Etika BerSOSMED bagi Dokter Menurut MKEK: Sudah tahu?
Belakangan ini ranah kedokteran kembali ramai dengan kemunculan seorang calon dokter (koas) yang berjoget di sosial media (sosmed) dengan kalimat yang “kurang pantas” pada videonya. Menggunakan sosmed bagi dokter bukan hal yang dilarang, tapi tahukan teman-teman ada Etika ber-sosmed bagi dokter yang dicanangkan oleh Majelis Kehormatan dan Etika Kedokteran (MKEK) IDI?
Daftar isi
Fatwa Etik Dokter dalam Beraktivitas Sosial Media
Semenjak beredarnya video pemeriksaan dalam bernada pelecehan yang muncul di medsos TikTok pada tahun 2021 lalu, MKEK IDI kemudian menerbitkan sebuah fatwa yang mengatur etika dokter dalam sosmed yang terangkum dalam Surat Keputusan Nomor 029/PB/K/MKEK/04/2021.
Dalam surat keputusan yang ditandatangani pada 30 April 2021 tersebut, ternyata ada 13 poin yang menjadi pokok bahasannya, dan wajib diingat untuk semua dokter anggota IDI. Apa saja?
Menyadari sisi positif dan negatif
Dalam beraktivitas di sosmed, dokter harus sepenuhnya menyadari sisi positif dan negatif dari aktivitas tersebut, dan harus menaati peraturan perundangan yang berlaku.
Mengedepankan nilai dan etika profesi
Hal ini termasuk mengedepankan nilai integritas, profesionalisme, kesejawatan, kesantunan, dan etika profesi pada setiap aktivitas apapun yang mereka tampilkan di media sosial.
Sosmed sebagai upaya promotif dan preventif
Menurut fatwa etik tersebut, penggunaan media sosial sebagai upaya kesehatan promotif dan preventif bernilai etika tinggi merupakah hal yang perlu diapresiasi.
Namun, dalam pembuatan konten promotif dan preventif tersebut juga harus sesuai kebenaran ilmiah, etika umum, etika profesi, serta peraturan perundangan yang berlaku.
Penggunaan sosmed sebagai pemberantas hoaks
Ini adalah salah satu manfaat positif dari penggunaan sosmed yang penting. Sehingga dalam fatwa ini, penggunaan media sosial untuk memberantas hoaks atau informasi keliru terkait kesehatan atau kedokteran merupakan tindakan yang didukung, selama informasinya sesuai dengan kajian ilmiah, etika umum, etika profesi, serta peraturan perundangan yang berlaku.
Apabila dalam upaya pemberantasan hoaks tersebut dokter terlibat dalam pertikaian di dalam sosmed, maka dokter harus mampu mengendalikan diri, dengan tidak membalas dengan keburukan, dan tetap dengan menjaga kehormatan profesi kedokteran.
Sementara, jika diketahui terdapat pernyataan yang merendahkan sosok dokter, tenaga kesehatan, maupun profesi/organisasi profesi dokter/kesehatan, maka dokter tersebut wajib melaporkan hal ini ke otoritas media sosial penyelenggara dan mengikuti tahapan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Larangan melakukan promosi berlebihan
Larangan promosi berlebihan ini sudah terlebih dahulu diatur dalam SK MKEK Pusat IDI Nomor 022/PB/K.MKEK/07/2020 tentang Fatwa Etika Dokter Beriklan dan Berjualan Multi Level Marketing
Dalam fatwa ini, disebutkan dokter memiliki batasan terkait beriklan dalam suatu produk terutama produk kesehatan/kecantikan/kebugaran.
Selain itu, fatwa ini juga mengatur tentang larangan dokter memasarkan secara aktif dan menjadi agen Multi Level Marketing (MLM) dengan memanfaatkan profesinya sebagai dokter.
Gunakan aplikasi yang aman
Untuk tujuan konsultasi suatu kasus kedokteran dengan dokter lainnya dengan menggunakan aplikasi, maka dokter harus memastikan bahwa medsos yang ia gunakan memiliki keamanan yang baik.
Selain itu, dokter juga harus berkonsultasi dengan memakai jalur pribadi kepada dokter yang dikonsultasikan tersebut atau pada grup khusus yang hanya berisikan dokter saja.
Penggunaan gambar di sosmed, harus sesuai dengan peraturan dan perundangan
Gambar bisa menjadi media pembelajaran yang baik di bidang kedokteran. Namun untuk penggunaan gambar di media sosial, dokter wajib mengikuti peraturan perundangan yang berlaku dan etika profesi.
Misalnya, dokter harus menjaga identitas dari pasien, yaitu dengan memuat gambar yang tidak membuka secara langsung maupun tidak langsung identitas pasien, rahasia kedokteran, privasi pasien/keluarganya, hingga privasi tenaga kesehatan, dan lingkungan RS/klinik tempat dokter tersebut bekerja.
Meskipun hanya untuk kepentingan pendidikan, pemuatan gambar klinis pasien atau hasil pemeriksaan harus dengan persetujuan pasien.
Pisahkan akun pribadi (pertemanan) dan akun edukasi
Untuk tujuan edukasi, sebaiknya dokter menggunakan akun yang terpisah dengan akun pertemanan. Hal ini untuk menghindarkan ekspektasi masyarakat terhadap profesi kedokteran yang mereka lihat dari akun dokter tersebut, seperti yang banyak terjadi belakangan ini.
Pisahkan akun berdasarkan sasaran pembaca
Untuk dokter yang memiliki akun yang ditujukan untuk sharing ilmu pengetahuan kepada sejawat, maka akun ini sebaiknya dipisahkan dengan akun edukasi untuk masyarakat awam.
Bebas berekspresi pada akun pribadi, namun sesuai dengan aturan
Untuk akun yang diperuntukkan dengan tujuan pertemanan, dokter dapat bebas berekspresi sesuai dengan kehendaknya. Namun, tentu harus sesuai dengan etika dan peraturan perundangan yang berlaku.
Selektif memasukkan pasien ke daftar pertemanan
Untuk menghindari masalah dalam hubungan dokter dan pasien, sebaiknya dokter selektif dalam memasukkan pasien ke dalam daftar teman dalam akun sosmed mereka.
Dokter boleh membalas pujian di medsos
Namun dokter tidak boleh men-“setting” pujian atas dirinya atau melakukan tindakan memuji diri secara berlebihan.
Boleh menegur sejawat, tetapi melalui jalur pribadi
Seperti isi sumpah dokter, seorang dokter harus bisa memperlakukan dokter lain sebagaimana dirinya ingin diperlakukan.
Termasuk dalam menegur bila melihat pelanggaran pada sosmed sejawat yang keliru, dokter harus mengingatkan melalui jalur pribadi. Apabila setelah ditegur sejawat tersebut tidak berkenan dan tidak mau memperbaiki perilakunya, maka dokter dapat langsung melaporkannya kepada MKEK.
Kesimpulan
Meskipun MKEK IDI sudah mengatur tentang etika ber-sosmed bagi dokter sejak tahun 2021, namun hingga saat ini, masih banyak hal-hal yang tidak sesuai dengan etika ber-sosmed.
Untuk itu, penting bagi dokter untuk kembali mempelajari etika dalam menggunakan sosmed. Sebab ini tidak hanya berkaitan dengan kepentingan pribadi, namun juga untuk kebaikan profesi kedokteran itu sendiri.
Yuk mari dijaga bersama!