Jalur menjadi dokter spesialis jalur dosen: peluang yang tidak banyak diketahui

Ada banyak cara dan ada banyak jalur untuk menjadi dokter spesialis. Tapi, ada satu jalur yang tergolong jarang, tidak banyak diketahui, tapi memiliki kesempatan yang tinggi diterima bagi yang mengambil jalur ini, yaitu menjadi dokter spesialis jalur dosen. Memang seperti apa?

Jalur menjadi dokter spesialis

Saat ini, kita tahu ada beberapa jalur menjadi spesialis, mulai dari jalur dengan peluang yang tidak terduga hingga jalur dengan peluang yang tinggi untuk diterima.

Jalur paling umum dengan peluang tidak terduga, misalnya adalah dengan mendaftar PPDS secara mandiri. Berbekal pengalaman pribadi, rekomendasi, dan pendanaan sendiri, kita mendaftar PPDS. Dengan usaha yang keras, belajar dengan mumpuni, kita bisa memiliki peluang yang cukup baik. Apalagi dengan didukung tidak adanya pesaing dengan “jalur emas”.

Jalur yang kini populer dan memiliki peluang yang lebih tinggi adalah jalur yang dipakai mereka-mereka yang memiliki prestasi unggulan, memiliki pengalaman bekerja di daerah dan bahkan memiliki “jaminan” bekerja di daerah.

Sedikit lebih unggul dan lebih populer adalah mereka yang tidak hanya memiliki prestasi/pengalaman/jaminan, tetapi juga memiliki pendanaan dan “jaminan kembali” yang jelas, misalnya mereka yang mendaftar dengan membawa beasiswa, baik itu beasiswa spesialis LPDP, beasiswa Kemenkes, maupun tugas belajar dari daerah.

Menjadi dokter spesialis melalui jalur dosen

Yang tidak banyak diketahui orang adalah menjadi dokter spesialis dengan melalui jalur dosen. Meskipun banyak universitas di Indonesia menetapkan bahwa seorang dokter pendidik klinis harus memiliki kualifikasi dokter spesialis sebelumnya, tapi masih ada peluang bagi dokter umum dengan kualifikasi akademik tertentu untuk dapat mendaftar menjadi dosen di departemen klinik.

Baca juga  Update Terbaru Pendaftaran PPDS Semester Genap 2021

Ada dua jalur populer menjadi dokter spesialis melalui jalur dosen:

Dokter Spesialis Melalui Jalur Dosen FK Baru

Semakin modern, semakin banyak pula fakultas kedokteran (FK) yang didirikan di Indonesia. Artinya, akan semakin banyak pula kebutuhan dosen di fakultas tersebut, baik di ranah klinik maupun pre-klinik.

Tidak jarang FK baru tersebut merekrut dosen dengan kualifikasi dokter umum untuk merintis pendirian FK tersebut. Setelah FK tersebut dibuka, maka dosen perintis memiliki peluang untuk “disekolahkan” oleh universitas tersebut, untuk meningkatkan kualitas dosen pengajar di FK tersebut. Hal ini juga berlaku di departemen klinis dengan dosen yang belum memiliki kualifikasi spesialis.

Sayangnya, belakangan ini terjadi penumpukan dokter spesialis di kota-kota yang berpotensi memiliki FK baru. Sehingga, FK baru tidak lagi merekrut dosen dengan kualifikasi dokter umum, melainkan merekrut dokter dengan kualifikasi minimal spesialis untuk departemen klinis mereka. Walaupun, masih ada FK baru yang merekrut dokter umum untuk departemen klinis mereka meskipun lebih jarang.

Dokter Spesialis Melalui Jalur Dosen CPNS

Pada pendaftaran CPNS bulan Oktober 2023 lalu, beberapa universitas negeri di Indonesia, melalui Kemendikbud, membuka formasi penerimaan dosen dengan kualifikasi pendidikan S3, tanpa mensyaratkan kualifikasi spesialis untuk formasi dosen di departemen klinik.

Misalnya, di Universitas Gadjah Mada, Departemen Anestesiologi membuka formasi dosen dengan kualifikasi pendidikan S3, atau Universitas Indonesia-Departemen Radiologi, atau Universitas Padjajaran-Departemen Patologi Klinik juga membuka formasi dengan kualifikasi yang sama.

Sama halnya dengan departemen Urologi dan Gizi Klinik di UI yang membuka formasi masing-masing 2 orang, tapi tidak ada pendaftar satu pun.

Yang artinya, seorang dokter dengan kualifikasi pendidikan S3 (umumnya S3 Ilmu Kedokteran/Sains Kedokteran) yang sesuai dapat mendaftar formasi tersebut tanpa memiliki kualifikasi pendidikan dokter spesialis. Bahkan, PPDS yang masih menjalani pendidikan (belum lulus) juga bisa mendaftar asalkan memiliki kualifikasi pendidikan tersebut (dan waktu untuk persiapan tentunya). Apalagi, tidak sulit bagi seorang dokter umum untuk langsung mengambil S3 saat ini.

Meskipun di beberapa universitas, pembukaan formasi dosen ini menyesuaikan calon dosen yang sudah sebelumnya bekerja di departemen tersebut, tidak sedikit formasi yang kemudian justru tidak terisi sama sekali. Yang artinya, siapapun mereka yang memiliki kualifikasi pendidikan S3, meskipun bukan calon dosen di universitas tersebut, atau tidak memiliki hubungan dengan departemen tersebut, bisa mendaftar pada posisi tersebut.

Imbasnya, bagi mereka-mereka calon dosen CPNS yang diterima di departemen klinik, mereka memiliki peluang untuk “disekolahkan” sesuai dengan departemen klinis tersebut, untuk memenuhi kualifikasi pendidikan dosen mereka. Tidak sedikit diantara departemen di universitas negeri yang memberi kebijakan pembebasan biaya SPP atau potongan biaya SPP bagi dosen di departemen mereka sendiri.

Sisi Gelap dan Terang Jalur Dosen

Meskipun nampak menjanjikan, ada sisi gelap dan terang dari jalur ini. Sebab untuk dapat meningkatkan peluang masuk jalur ini, seorang calon dosen juga harus melakukan pendekatan personal ke departemen tujuan. Sehingga tidak bisa semata-mata hanya mendaftar dan memenuhi persyaratan saja.

Selain itu, ada masa kerja tertentu yang harus dijalankan oleh seorang dosen sebelum bisa mengajukan ijin belajar (termasuk ijin menjalani PPDS bagi departemen klinis). Sehingga, usia pendaftaran wajib dijadikan pertimbangan ketika mengambil jalur ini.

Belum lagi dengan kenyataan pendapatan yang minim bagi mereka yang akan mengambil jalur dosen CPNS dan tugas yang “seabreg” dibalik jabatan dosen.

Tetapi, buat teman-teman yang sudah mantab dengan jalur karir seumur hidup, maka ini bisa menjadi jalur yang tepat.

Ada yang tertarik mengambil jalur ini?

Leave a Reply