Tantangan menjadi dosen: Dari inovasi mengajar hingga prestasi
Lain jaman, lain tantangannya. Kalau dulu dosen mengajar bermodal papan tulis, proyektor, hingga powerpoint, sekarang dosen bisa juga mengajar melalui film, youtube, podcast, bahkan melalui pendekatan anime! Seperti apa tantangan menjadi dosen jaman now?
Yuk kenalan dulu sama dr. Nur Arfian, PhD, Dosen dari departemen Anatomi, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada, dosen muda yang aktif menyabet gelar Dosen Berprestasi, Dosen Terfavorit, Dosen Muda Terbaik karena berbagai inovasinya dalam mengajar.
Beberapa inovasinya antara lain rangkaian podcast seputar teknik eksperimen penelitian bertajuk Sinema Anatomi Experiment dan Xmen, video belajar anatomi bertajuk Labventure dan Praknadol (praktikum anatomi dengan spidol), dan yang terbaru event pelatihan wet lab untuk penelitian berbasis eksperimen laboratorium bertajuk Hotlab.
Diluar kesibukannya dengan inovasi mengajar, dosen yang gemar dengan anime One Piece ini juga rajin menelurkan publikasi, dan beberapa diantaranya menyabet berbagai penghargaan internasional. Bahkan, di sela-sela kesibukannya sebagai dosen, beliau juga menerima berbagai grant dan beasiswa postdoctoral.
Gimana caranya sukses menjadi dosen jaman now? Yuk cari tahu
Daftar isi
Menjadi dosen haruslah sesuai passion
“Mengajar adalah passion, karena saya memang suka mengajar” ujar dr. Arfi. Keinginan menjadi dosen sudah dimilikinya sejak masih mengenyam pendidikan dokter, sehingga beliau memilih untuk mendaftar sebagai dosen selepas lulus dari pendidikan dokter.
“Sempat terpikirkan untuk lanjut spesialis, karena saya tertarik spesialis interna” tambahnya. Namun, dosen yang sempat mengenyam pendidikan S3 di Jepang ini memutuskan untuk tidak melanjutkan ke jenjang PPDS selepas pendidikan S3-nya karena menemukan kebebasannya dalam profesi dosen, “disini saya menemukan dunia saya, yang itu seru. Saya bersyukur berada di departemen yang memberikan saya kebebasan”.
Apa saja tantangan dosen jaman now?
Diakui oleh dr. Arfi, memilih menjadi dosen tidaklah mudah, karena tidak melulu soal mengajar, namun juga tentang pengembangan diri dan prestasi. Apalagi di departemen pre-klinik, yang memiliki stigma “kering” prestasi.
Namun disinilah justru dr. Arfi menemukan tantangan, “yang terpenting sebenernya adalah bagaimana kita merubah paradigma terhadap bidang yang memang kita geluti. Bagaimana menjadi seseorang yang bernilai dan menambah nilai” kata dr. Arfi.
Berbekal ilmu yang dipelajari selama pendidikan S3-nya di Jepang dahulu, dr. Arfi kemudian membuat inovasi pertamanya, membangun Laboratorium Mikro Anatami, dimana kita bisa belajar hal-hal yang bersifat molekuler, “Disini (laboratorium ini) kita bisa belajar histopatologi, genetika, hingga ke translational medicine yang mengarah ke klinis” jelas dr. Arfi.
Berkat laboratoriumnya, berbagai macam teknik eksperimen laboratoris dapat dilakukan. Hal ini kemudian meningkatkan produktifitas publikasi, dan juga prestasi. Tidak hanya itu, melalui kegiatan pelatihan berbayar yang diselenggarakan di laboratorium ini, dr. Arfi kemudian dapat membiayai berbagai kegiatan inovasi mengajar, publikasi, dan kegiatan seminar internasional bagi dr. Arfi dan tim peneliti-nya. Luar biasa, bukan?
Dengan meningkatnya produktifitas publikasi, maka peluang untuk mendapatkan grant penelitian dan pengembangan pun jadi terbuka lebar. Kini menjadi dosen pre-klinik tidak se-“gersang” dahulu!
Teknologi, Anime, dan perkuliahan: lahirnya inovasi jaman now
Di masa pandemi ini, dr. Arfi juga menikmati tantangannya sebagai dosen: memaksimalkan teknologi untuk perkuliahan. Mengutip dari buku Rhenald Kasali, menurutnya, setelah adanya disruption maka harus diikuti dengan great shifting.
“Pandemi ini seperti disruption, nah great shifting yang kita lakukan adalah memanfaatkan platform online untuk mengajar. Misalnya melalui podcast, video youtube,” lanjutnya lagi, “jadi dosen perlu mengikuti trend, supaya dosen bisa masuk ke dunia mahasiswa”.
Bahkan mengajarkan riset pun diakuinya bisa juga melalui percontohan dari anime-anime, “kalau mau tahu, silahkan tonton di podcast,” tambah dr. Arfi.
Semua inovasi kekinian yang dibuat oleh dr. Arfi juga sudah diintegrasikan dengan website Departemen Anatomi, sehingga mudah diakses oleh mahasiswa.
Selain video, podcast, dan perlombaan anatomi online, dr. Arfi juga banyak melakukan inovasi lain, seperti mengembangkan teknologi 3D printing bersama dengan mahasiswa S2 dari fakultas teknik, teknologi VR, maupun AR di bidang anatomi. Hanya itu? Tentu tidak, masih banyak rencana inovasi lainnya.
Bagaimana caranya biar bisa jadi dosen yang inovatif dan berprestasi?
“Jadilah berbeda. Punya style sendiri tapi juga harus bisa adaptasi dengan sistem dan menjalani sistem sambil tetap menyesuaikan dengan tridarma perguruan tinggi” pesan dr. Arfi.
dr. Arfi juga berpesan untuk memulai dari tujuan akhir, membuat skala prioritas dari masalah yang kita punya, dan eksekusi. “Salah satu hal terpenting dalam profesi dosen adalah kita punya ide apa dan kita harus bisa mengeksekusi. Karena banyak dosen yang inovatif tetapi ngawang, atau tidak bisa mengeksekusi, atau dia terlalu strict dengan idenya dan tidak fleksibel dengan kondisi yang ada” rambah dr. Arfi.
Untuk meningkatkan produktifitas publikasi, dr. Arfi juga menyarankan untuk rajin mencoba mengajukan proposal grant tiap kali ada kesempatan, “Kalau perlu buat bank proposal. Jangan takut kalo gagal 2-3x. Kesempatan tidak mengetuk pintu kalo kita ngga punya pintu” ungkap dr. Arfi. Intinya, kita harus berani untuk mencoba membuat inovasi!
Berkat keyakinan dan kemampuannya berinovasi, dr. Arfi pun bisa mendapatkan beasiswa untuk postdoctoral. Seru kan?
Pingin meniti karir jadi dosen? Kita akan kemudian! Jadi, stay tune!
Good artikel, Terimakasih. sangat bermanfaat bagiku. Aku juga memiliki artikel terkait yang sama pembahasannya. silahkan kunjungi web ini : http://news.unair.ac.id/2021/01/08/depresi-kecemasan-dan-stres-pada-mahasiswa-kedokteran-universitas-airlangga/
Nice! Sudah dikunjungi!