Anti-aging Medicine: Apakah cuma dokter estetik? #maujadimagister
Siapa yang ngga kenal dengan prodi magister/master anti-aging medicine ini?? Buat yang belum kenal prodi yang sedang naik daun ini, sekarang mimin mau ngasih sedikit gambaran, bersama dr. Vitia Tandy, M. Biomed (AAM), dokter yang sempat mengenyam pendidikan di magister biomedik anti-aging medicine tahun 2017 lalu, di Universitas Udayana (UNUD), Bali.
Daftar isi
Kenapa memilih Magister Anti-aging Medicine?
Bagi dokter yang akrab disapa dr. Vitia ini, topik anti-aging medicine (AAM) adalah sesuatu topik yang relatif masih baru, yang mana banyak orang belum tahu dan sebenarnya menarik. “Intinya, di AAM ini kita belajar bahwa penuaan itu sebenarnya bisa dicegah, diobati, bahkan dikembalikan seperti semula. Konsep ini masih baru dan masih terasa asing bahkan di kalangan dokter” jelas dr. Vitia. Selain ketertarikan personal terhadap lingkup keilmuan AAM, dr. Vitia juga percaya bahwa keilmuan AAM ini kedepannya juga akan semakin berkembang, “karena kedepannya orang ngga akan puas cuma punya umur panjang, tapi tidak kalah penting adalah bagaimana hidupnya bisa berkualitas” ujarnya.
Mengambil magister AAM juga memiliki kelebihan tersendiri bagi dr. Vitia. “Saya dulu pernah daftar PPDS Jantung setelah internship, tapi karena belum diterima kemudian saya memutuskan untuk bekerja dulu di IGD salah satu RS di Surabaya. Selama bekerja di IGD, saya merefleksikan kembali passion saya dan di sana saya baru sadar bahwa saya tidak begitu menikmati situasi emergensi. Saya lebih senang bisa berbicara santai dengan pasien dan saya sangat menikmati quality time dengan pasien. Hal yang mungkin tidak selalu bisa dimiliki apabila saya mengejar profesi dokter spesialis jantung di mana saya akan bertemu dengan banyak situasi emergensi. Di sisi lain, bidang AAM tentu akan sangat memungkinkan hal ini.” dr. Vitia menjelaskan, “Selain itu, untuk mendaftar PPDS memerlukan banyak effort dan waktu, misalnya akan menjadi nilai plus bila telah menjalani PTT atau magang sebelum mendaftar walaupun hal tersebut juga belum bisa menjamin untuk dapat diterima. Sedangkan prioritas saya adalah I want to save my time sehingga daripada agak gambling dengan penerimaan PPDS tersebut, saya mencari yang lebih ‘pasti’ dan tentunya bidang yang saya minati. Di situlah saya menemukan AAM”.
Dokter yang kini bekerja sebagai dokter estetik ini juga menekankan bahwa magister AAM ini tidak hanya tentang estetik saja, “ada banyak mata kuliah dan topik terkait mencegah, mengobati dan mengembalikan penuaan ini. Bidang yang dilingkupi sangat luas sehingga tidak heran ada dokter spesialis kandungan, spesialis kulit, dan spesialis andrologi yang juga mengambil magister AAM ini. Tapi memang tidak bisa dipungkiri bahwa magister AAM ini banyak diminati oleh dokter yang ingin berkecimpung di bidang estetik.”
Seperti apa pendidikan magister Anti-aging Medicine?
Di UNUD, program magister ilmu biomedik memiliki 3 konsentrasi keilmuan: Ilmu Kedokteran Reproduksi, Ilmu Kedokteran Dasar, dan juga Anti-aging Medicine. Magister ilmu Anti-aging Medicine ini sendiri sudah ada sejak tahun 2007. Magister yang memberikan gelar M. Biomed (AAM) ini kini mulai banyak peminatnya.
Untuk proses pendidikan, menurut dr. Vitia, pada dasarnya seperti magister kedokteran pada umumnya, di mana pada semester pertama akan diberikan mata kuliah dasar umum seperti Etika Penelitian, Filsafat Ilmu, Metodologi Penelitian, Statistik, kemudian disertai dengan materi Konsep Dasar AAM, Biologi Molekuler, Patobiologi, dan Genetika Molekuler. Sementara pada semester 2, mata kuliah akan lebih dalam lagi mengenai AAM. Materinya pun variatif, mulai dari Endokrinologi, Nutrisi Dasar, Kedokteran Estetika, Kedokteran Olah Raga, bahkan hingga Seksologi sebab keluhan dalam bidang seksologi dapat terkait dengan proses penuaan. Dan tentunya tidak ketinggalan materi untuk mempersiapkan penelitian. Proses pendidikannya melalui kelas dan presentasi, “tapi di semester kedua ada praktikum, misalnya di Kedokteran Estetik, kita bisa nyobain untuk melakukan injeksi dermal filler dan botulinum toxin antara sesama teman sendiri” ujar dr. Vitia. Selanjutnya proposal dan penelitian untuk tesis dilakukan mulai semester 3 dan 4 sesuai dengan topik yang kita pilih. “Kalau kita ngebut dan durasi penelitiaannya memungkinkan, kita bisa menyelesaikannya (penelitian dan tesis) dalam satu semester saja,” jelas dokter yang menyelesaikan pendidikan magisternya dalam 3 semester saja dengan predikat lulusan terbaik ini.
Bagaimana prospek kedepannya seorang lulusan magister anti-aging medicine?
“Personally, saat ini saya menekuni di bidang estetik. Jadi rencana ke depan ingin semakin mendalami estetik dan bisa semakin mengintegrasikan dengan bidang keilmuan lain baik di dalam lingkup Anti-Aging Medicine maupun dengan bidang lainnya. Harapannya, ilmu Anti-Aging Medicine ini akan terus berkembang lebih pesat lagi dan semakin dikenal banyak orang,” kata dr. Vitia. Yang jelas, dengan mengambil magister AAM, kita bisa membuka peluang kerja tidak hanya di bidang estetik saja. “Karena keilmuannya memang luas. Ada juga senior saya yang mendalami stem cell dan saat ini bekerja di bidang pengembangan stem cell di sebuah RS di daerah misalnya” dr. Vitia menjelaskan.
Salah satu kelebihan mengambil magister AAM bagi dokter yang mengembangkan bidang estetika seperti dr. Vitia adalah kemampuan critical thinking dan sense of awareness yang tinggi ketika kita mendapat tawaran produk atau alat-alat kecantikan yang beredar di pasaran. “Karena produk dan alat di luar sana banyak yang overclaim. Sebagai magister AAM, karena kita belajar berbagai ilmu dan konsep tentang AAM, ketika praktik kita jadi lebih bisa menerapkan evidence based medicine” jelas dr. Vitia. Selain itu dengan memahami keilmuan AAM, dokter jadi bisa berpikir lebih luas dalam menangani kasus. “Jadi kita ngga cuma melihat kasus dari appearancenya saja. Misalnya masalah jerawat. Kita tahu penyebab jerawat ada banyak, jadinya kita harus berpikir lebih holistik, tidak hanya masalah jerawat, tapi kita juga lebih aware terhadap penyebab di balik itu” ungkap dr. Vitia. Sama halnya dengan nutrisi dan kedokteran olahraga yang dipelajari, misalnya untuk kasus pasien slimming, “kita jadi lebih paham tentang pemberian nutrisi, pola olahraga, di samping treatment yang diberikan di klinik kita”. Terlebih lagi, dr. Vitia juga mengatakan bahwa ilmu yang dipelajarinya itu bermanfaat bahkan untuk kita sendiri.
Beliau juga menekankan kelebihan magister AAM untuk dokter umum yang ingin mengambil jalur estetik, “dengan mengambil magister AAM ini kita bisa mendapat gelar yang formal, yang jelas berbeda dengan gelar yang didapat ketika ambil kursus atau pelatihan di luar sana”. Dan tentu saja, seorang magister AAM dapat melanjutkan karirnya sebagai staf pengajar atau peneliti.
Ada tips and trick untuk yang mau masuk magister anti-aging?
“Yang jelas masuk magister tidak sesulit PPDS pastinya, karena jumlah peserta yang diterima juga lebih banyak. Tapi peminat AAM juga semakin banyak sehingga biasanya jumlah yang mendaftar lebih banyak dari slot jumlah yang diterima. Dengan demikian tetap ada pendaftar yang tidak diterima.” kata dr. Vitia. Supaya bisa memperbesar peluang diterima, dr. Vitia menyarankan untuk mengikuti NASWAAM (seminar AAM) dan PIAAM (pelatihan intensif AAM). Selain itu, jangan lupa membaca buku AAM karangan Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS.
Untuk ujian magister AAM ini ternyata mirip dengan ujian PPDS lho, yakni terdiri dari ujian tertulis dan ujian wawancara. Untuk ujian tertulis bisa berupa pilihan ganda atau essay mengenai materi AAM, “untuk wawancara biasanya ditanyakan banyak hal, misalnya alasan mengambil bidang ini, rencana ke depan, juga dapat diberi contoh-contoh kasus,” dr. Vitia menambahkan, “Selain itu, jangan lupa untuk mempersiapkan proposal penelitian yang menjadi persyaratan saat mendaftar.”
Nah, kamu tertarik mengikuti jejak dr. Vitia?