Apakah benar biaya STR/SIP itu mahal??
Belakangan ini biaya pembuatan Surat Ijin Praktek (SIP) dan Surat Tanda Registrasi (STR) bagi dokter/dokter spesialis sedang menjadi sorotan lantaran dianggap terlalu tinggi dan menyulitkan. Tapi, apakah benar biaya STR/SIP itu mahal?
Daftar isi
Proses penerbitan dan biaya STR
STR merupakan dokumen wajib yang harus dimiliki dokter sebelum bisa memiliki ijin praktek. Ini merupakan dokumen dasar yang mewakilkan keabsahan seorang dokter di Indonesia. Bagi Dokter, STR diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI).
STR dapat didapatkan dengan melakukan registrasi di laman KKI, dengan menyiapkan beberapa syarat seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), Ijazah dokter (untuk STR Baru) atau STR lama (untuk perpanjangan), Sertifikat Kompetensi dari Kolegium (dari kelulusan UKMPPD bagi dokter baru dan dari IDI bagi STR perpanjangan), pas foto, surat keterangan sehat fisik dan mental, surat pernyataan etika profesi sesuai Perkonsil No.13 Tahun 2013, dan juga lafal sumpah/janji dokter (bagi STR baru).
Untuk STR PPDS, persyaratannya sedikit lebih banyak, namun dokumen yang dibutuhkan kurang lebih mirip dengan STR lainnya.
Untuk biaya penerbitannya sendiri sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 64 tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak.

Karena biaya ini merupakan biaya yang diatur dalam Peraturan Pemerintah, maka sifatnya berlaku nasional. Biaya ini juga dibayarkan langsung ke Bendahara Negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Baik Dokter/spesialis, tarifnya akan tetap mengikuti tarif PNBP yang diatur oleh Peraturan tersebut.
Prosedur dan biaya SIP
Berbeda dengan STR yang diterbitkan oleh KKI, SIP diterbitkan oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) wilayah praktik masing-masing. Aturan yang menaungi penerbitan dan biaya SIP ini bisa berbeda-beda, karena diatur langsung oleh Dinkes yang bersangkutan.
Kalau dahulu proses ini harus dilakukan secara offline, kini permohonan SIP bisa diajukan secara online di beberapa wilayah di Indonesia, misalnya di Sidoarjo-Jawa Timur, dan Kota Malang-Jawa Timur.
Secara garis besar, persyaratan yang diminta kurang lebih sama. Antara lain surat permohonan, STR legalisir, ijazah dokter, Surat Keterangan dari Fasyankes tempat bekerja atau pernyataan memiliki tempat praktik (bagi praktik swasta), Surat Rekomendasi dari Organisasi Profesi setempat atau organisasi profesi spesialis (bagi spesialis), rekomendasi dari Puskesmas, KTP, dan Pas foto.
Namun di beberapa daerah, ada beberapa peraturan yang berbeda, misalnya di kabupaten Rokan Hilir, foto tempat praktik dan foto kopi NPWP menjadi salah satu syarat pengajuan SIP.
Prosedur pengajuannya juga berbeda. Beberapa daerah memang sudah mengaplikasikan sistem online langsung ke Dinkes bersangkutan, ada juga yang proses pengajuannya justru dimulai dari organisasi profesi.
Contohnya di Kota Semarang, di mana pengajuan berkas dilakukan melalui organisasi profesi (OP) untuk disetujui oleh Kepala Dinkes setempat, sebelum dikembalikan lagi ke OP untuk kemudian SIP diserahkan kepada pemohon.
Meskipun prosedurnya beda-beda, tetapi biaya yang diperlukan untuk mengurus SIP di beberapa daerah termasuk di Sidoarjo, Kota Malang, dan Kota Semarang besarannya adalah sama, yaitu nol rupiah alias gratis! Informasi tersebut sudah tertera di website masing-masing dinas terkait.

Kenapa banyak dokter merasa biaya STR/SIP itu mahal?
Seperti dikutip dari laman DetikHealth, Wakil Menteri Kesehatan Prof. dr. Dante S. Harbuwono, Sp.PD-KEMD, Ph.D, mengungkapkan proses pengurusan SIP yang berbelit dan membutuhkan biaya hingga 6 juta rupiah. Hal ini yang menjadi dasar simplifikasi proses pengurusan SIP dan menjadi salah satu reformasi bidang kesehatan.
Jika merunut kembali ke Peraturan Pemerintah yang menjadi dasar pungutan biaya penerbitan STR, maka angka 6 juta untuk mengurus SIP sepertinya terlalu tinggi. Apalagi melihat pengurusan SIP yang di beberapa daerah tidak dipungut biaya sama sekali. Lalu apa yang menjadikan biaya STR/SIP itu mahal?
Di dalam proses penerbitan STR untuk jenis apapun, seorang dokter membutuhkan sertifikat kompetensi (serkom) yang diterbitkan oleh Kolegium/OP. Untuk bisa mendapatkan serkom tersebut dibutuhkan biaya yang tidak mahal, umumnya berkisar antara 100-300 ribu rupiah yang dibayarkan ke Kolegium/OP daerah maupun pusat.
Namun, untuk bisa mendapatkan layanan tersebut, dokter harus menjadi seorang anggota kolegium/OP yang berkewajiban membayar iuran, yang besarnya antara 30 ribu rupiah per bulan, atau sekitar 1,8 juta per 5 tahun seperti yang diungkapkan Ketua PB IDI dr. Adib Khumaidi, Sp.OT seperti dikutip dari laman DetikHealth. Ada juga daerah tertentu yang memberlakukan iuran sebesar 50 ribu rupiah per bulan, atau 3 juta rupiah per tahun.
Belum lagi syarat untuk diterbitkannya Serkom adalah jumlah SKP yang cukup, di mana mendapatkan SKP juga diperlukan biaya, misalnya untuk mengikuti simposium/seminar. Bahkan, ada follower dalam akun kami @maujadiapanih yang menyoroti adanya pungutan biaya yang tinggi untuk “memenuhi jumlah SKP yang kurang” tersebut.
Sementara, untuk penerbitan SIP itu sendiri juga diperlukan beberapa syarat berupa surat rekomendasi dari OP atau dari instansi lainnya, yang tentunya membutuhkan persyaratan tersendiri dan biaya tersendiri, yang berpotensi meningkatkan keseluruhan biaya yang dibutuhkan untuk penerbitan SIP itu sendiri.
Apalagi, jika prosedur pengurusan yang bertingkat. Hal ini membuat celah munculnya biaya-biaya tak terduga lainnya.
Bagi dokter yang baru akan mengajukan penerbitan STR, biaya UKMPPD menjadi biaya-biaya yang menjadikan penerbitan STR tersebut mahal. Terutama bagi dokter-dokter yang harus mengambil ujian UKMPPD beberapa kali, hal ini menyebabkan biaya STR yang terkesan mahal.
Mengingat penghasilan dokter umum yang masih tidak merata dan tidak sesuai standar, permasalahan biaya seperti ini sangat berpotensi menjadi polemik bagi dokter umum.
Kesimpulan
Bila melihat aturan dasar yang mendasari penerbitan STR/SIP, sebenarnya biaya STR/SIP tidaklah mahal.
Namun, untuk dapat mengajukan penerbitan STR/SIP diperlukan sertifikat yang menjamin kompetensi seorang dokter, diantaranya melalui SKP pada program P2KB IDI bagi dokter aktif yang sudah memiliki STR, atau UKMPPD bagi dokter baru.
Sementara untuk pengajuan SIP, keperluan surat rekomendasi dapat menjadi celah munculnya biaya-biaya tambahan lainnya.
Bagaimana menurut sejawat? Apakah terlalu mahal?