Kemenkes luncurkan BGSi: Apa itu dan apa yang dokter harus tahu?
Pada hari Minggu 14 Agustus 2022 kemarin, Menteri Kesehatan Budi G. Sadikin baru saja meresmikan Biomedical And Genome Science Initiative atau yang disebut BGSi. Namun belum banyak yang mengetahui apa itu BGSi.
Daftar isi
Apa itu BGSi?
BGSi merupakan sebuah inisiatif nasional pertama pemanfaatan teknologi whole genome sequencing (WGS) untuk mengumpulkan data genomik, baik dari patogen, maupun dari populasi masyarakat Indonesia, yang nantinya akan dimanfaatkan untuk deteksi hingga terapi penyakit.
BGSi ini merupakan sebuah inisiatif untuk mendorong pemanfaatan genome sequencing untuk mendorong precision medicine demi meningkatkan pengobatan yang tepat guna, yang mana pemanfaatan genome sequencing masih rendah di negara berkembang. Padahal, Indonesia memiliki kekayaan biologis yang diverse, yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan teknologi kesehatan berbasis genomik, termasuk pengembangan terapi.
Seperti yang telah disinggung saat peluncuran Indonesia Health System beberapa waktu lalu, inisiatif ini dilakukan oleh Kemenkes sebagai perwujudan transformasi kesehatan pilar ke enam, yaitu teknologi kesehatan.
Melalui inisiatif ini, BGSi menargetkan 10.000 Human Genome Project dalam 2 tahun ke depan dan akan dikembangkan hingga mencapai 100.000 human genome kedepannya.
Sebelumnya, teknologi ini sudah kerap digunakan untuk mendeteksi varian COVID-19, kini teknologi yang sama akan digunakan untuk berbagai penyakit.
Seperti apa pemanfaatannya di lapangan?
Saat ini BGSi telah menunjuk Rumah Sakit dengan didukung berbagai Universitas terkemuka di tanah air untuk memulai pilot project nya dengan menargetkan 7 penyakit; antara lain kanker, diabetes mellitus (DM), Tuberculosis (TB) stroke, rare diseases seperti Duchene Muscular Dystrophy (DMD) dan Pulmonary Arterial Hypertension (PAH), dan juga psoriasis.
Dengan menggandeng RSUP Persahabatan dan RSPI Sulianti Saroso, pemanfaatan teknologi WGS akan digunakan untuk mendeteksi mutasi terkait dengan resistensi obat-obat TB. Dengan adanya data genomik, harapannya pemberian terapi akan lebih presisi dan menghindarkan dari kejadian Multi Drug Resistance-TB (MDR-TB).
Sementara dengan RS Cipto Mangunkusumo, BGSi akan difokuskan pada penyakit DM. Sama halnya dengan RS Dr. Sardjito yang akan difokuskan untuk penyakit langka (DMD dan PAH), RS Kanker Dharmais untuk penyakit kanker, RS Pusat Otak Nasional Mahar Mardjono untuk penyakit stroke, dan RS Sanglah untuk bidang aestethic dengan memfokuskan pada penyakit psoriasis.
Untuk memperkuat inisiatif ini, Kemenkes juga telah meningkatkan jumlah alat genome sequencing di 42 fasilitas yang tersebar di seluruh nusantara.
Nantinya, pasien yang berkunjung ke RS yang terkait dengan diagnosis sesuai dengan fokus penyakitnya, akan dilakukan genome sequencing, dimana data register pasien, beserta data genomiknya akan tersimpan secara nasional, dan dapat dimanfaatkan untuk keperluan penelitian hingga inovasi produk medis, termasuk terapi, dan produk layanan medis seperti precision diagnostic services.
Apa manfaatnya untuk dokter?
Bagi para physician-scientist, adanya inisiatif ini dapat mendorong mereka untuk melakukan penelitian terkait dengan mutasi genomik dari pasien di rumah sakit, meskipun ini tidak menjadi tujuan utama dari Kemenkes.
Di saat yang sama, dokter yang bekerja di rumah sakit yang memiliki fasilitas genome sequencing di 42 fasilitas di tanah air, maka pemberian treatment nantinya akan menggunakan prinsip precision medicine.
Dengan memanfaatkan sumber data yang sama, kita juga dapat mengembangkan alat/sistem diagnostik berbasis genomik yang dapat membantu early detection suatu penyakit tertentu.
Data registri pasien dan juga data genomik yang terkumpul nantinya juga dapat dimanfaatkan untuk pengembangan layanan dan terapi berbasis bioinformatika. Untuk menjalankan fungsi ini, Kemenkes juga akan bekerja sama dengan beberapa perusahaan farmasi hingga startups. Artinya, akan membuka kesempatan bagi dokter-dokter yang bekerja di perusahaan farmasi hingga startups untuk memanfaatkan inisiatif ini.
Sebagai titik akhirnya, dengan adanya ekosistem bioteknologi kesehatan ini nantinya selain dapat memproduksi precision medicine, diharapkan ekosistem ini dapat membangun alat diagnostik molekular baru, terapi baru, hingga pengembangan teknologi kesehatan berbasis machine learning dan AI.
Untuk mengembangkan inisiatif ini, Kemenkes juga sudah bekerja sama dengan Universitas terkemuka di tanah air, startups medis seperti nusantics dan pathgen, dengan berbagai pusat riset seperti BRIN, hingga beberapa komunitas dan media. Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah untuk mengembangkan inisiatif ini.
Kesimpulan
BGSi merupakan inisiatif bioinformatika berbasis genomik yang memiliki manfaat sangat besar bagi pengembangan layanan dan terapi kesehatan.
Bagi dokter yang bekerja di ranah biomedik, bioinformatika, dan memiliki ketertarikan dengan teknologi kesehatan, inisiatif ini dapat menjadi suatu kesempatan emas untuk mencuri perhatian Kemenkes.
Jadi, bagaimana menurut teman-teman?