Ilmu Kedokteran Nuklir dan Teranostik: Seperti apa?

Siapa yang sudah pernah dengar tentang Ilmu Kedokteran Nuklir dan Teranostik? Kalau kamu belum tahu, tenang aja. Di artikel ini kita akan bahas spesialisasi yang tergolong masih langka dan masih berkembang ini. Yuk cekidot!
- Prodi Kedokteran Nuklir dan Teranostik ini eksklusif hanya ada di UNPAD saja.
- Lama pendidikannya 8 semester.
- Biaya pendidikan: SPP 14 juta dan sumbangan dana pengembangan 15 juta.
Daftar isi
Seperti apa Kedokteran Nuklir?
Kedokteran Nuklir (KN) adalah sebuah pelayanan kedokteran spesialistik yang menggunakan sumber radioaktif terbuka dari disintegrasi inti berupa radionuklida dan atau radiofarmaka untuk tujuan diagnostik, terapi dan penelitian medik klinik, yang didasarkan pada proses fisiologik patofisioligik dan metabolisme.
Ilmu ini sebenarnya sudah tidak asing di kancah internasional, karena sudah banyak organisasi keilmuan dan profesi bidang ini, seperti Society of Nuclear Medicine di Amerika Serikat, European Association of Nuclear Medicine, Japan Society of Nuclear Medicine, World Federation of Nuclear Medicine and Biology, dan lainnya.
Menurut dr. Megawatti, Sp.KN, bidang kedokteran ini sedang berkembang pesat terutama dalam manajemen kasus-kasus onkologi. Karena Kedokteran Nuklir merupakan bagian inti penanganan kasus-kasus onkologi, sehingga kehadirannya masih dibutuhkan di rumah sakit yang memiliki layanan kanker terpadu.
Meskipun sekilas mirip dengan Onkologi Radiasi atau Radiologi, tapi prodi ini memiliki perbedaan yang mencolok. Pada Onkologi Radiasi dan Radiologi, kamera memancarkan radiasi ke tubuh pasien, sementara pada Kedokteran Nuklir, kamera menangkap radiasi dari tubuh pasien setelah diberikan radiofarmaka baik dalam bentuk injeksi, tetes, atau minum. Sumber radiasi yang digunakan adalah radiasi terbuka.
Perbedaan yang kedua terdapat pada pemanfaat radiasi itu sendiri. Pada Radiologi, radiasi terutama dimanfaatkan untuk pencitraan anatomis, sementara pada Onkologi Radiasi dimanfaatkan lebih dominan untuk terapi kasus onkologi. Sedangkan pada Kedokteran Nuklir, radiasi dapat dimanfaatkan sebagai pencitraan fungsional.
Misalnya, untuk melihat bentuk dan kelainan anatomis pada ginjal, dapat digunakan CT-Scan/USG, sementara dengan nuklir kita dapat melihat fungsi dari ginjal apakah masih baik atau tidak, ginjal sebelah mana yang sudah tidak berfungsi dan mana yang masih normal.
Apa saja yang dipelajari?
Ada beberapa topik yang dipelajari di bidang ini, antara lain: Nuclear endocrinology, Nuclear nephro urology, Nuclear cardio-pulmonology, Nuclear oncology, Nuclear-gastroenterology, hingga ke Nuclear infection and inflammation. Salah satu pemeriksaan canggih yang banyak dilakukan adalah PET Scan yang masih ke dalam bidang Nuclear neurology.
Intinya adalah mempelajari pemanfaat radionuklida dan radiofarmaka pada topik-topik tersebut, baik sebagai alat diagnostik, terapi, dan kajian ilmiahnya.
Bagaimana sistem Pendidikan-nya?
Sistem pendidikan PPDS-nya kurang lebih sama seperti pendidikan dokter spesialis lainnya, dimana kegiatan pendidikan terbagi menjadi beberapa stase. Yang membedakan adalah tidak ada jaga malam dan stase Emergency di prodi ini.
Dimana Spesialis Kedokteran Nuklir bekerja?
Lulusan prodi ini dapat bekerja pada Rumah Sakit baik di tingkat provinsi maupun kota yang memiliki Instalasi Kedokteran Nuklir. Bahkan saat ini semakin banyak rumah sakit yang mulai “melek” dengan keilmuan ini dan mulai membangun instalasi sendiri.
Menurut dr. Abraham Michael, PPDS Kedokteran Nuklir, seorang spesialis KN juga bisa untuk membuka klinik sendiri, misalnya klinik pratama yang melayani pemeriksaan hormon tiroid dengan memanfaatkan prinsip Kedokteran Nuklir.
Selain itu, tentu spesialis KN dapat menjadi dosen dan peneliti di institusi pendidikan, asesor mutu layanan kedokteran nuklir baik di dalam dan luar negeri, dan bahkan dapat bekerja di BATAN (Badan Tenaga Nuklir Nasional).
Apakah ada tips dan trik mendaftar prodi ini?
Untuk teman-teman yang terarik dengan bidang ini, teman-teman harus mulai mempersiapkan persyaratan administrasi untuk pendaftaran tentunya. Selain itu, bersilaturahmi dengan konsulen dan residen ke departemen Kedokteran Nuklir UNPAD-RSHS juga perlu dilakukan.
Menurut dr. Abraham Michael, yang tidak kalah penting adalah menyiapkan rekomendasi tempat kembali untuk bekerja. Sisanya adalah banyak berdoa dan minta restu orangtua.
“Tidak perlu khawatir paparan radiasi, banyak residen yg memiliki keturunan (hamil) selama residensi,” tambah dr. Abraham Michael
Jadi bagaimana menurut teman-teman? Ada yang tertarik?