7 Reasons Why You Should Get PhD Abroad

Jangan salah sangka, judul tersebut tidak berarti saya mendiskreditkan universitas dalam negeri. Bukan berarti kualitas pendidikan dalam negeri yang jelek. Beberapa sejawat saya dulu sewaktu S3, senior saya S3, mereka-mereka lah yang turut mengembangkan program S3 di dalam negeri (DN), jadi saya yakin kualitasnya pasti baik.
Tetapi memang tidak bisa dipungkiri bahwa melanjutkan jenjang pendidikan tertinggi, S3 atau PhD, di luar negeri (LN) memiliki keunggulan lebih, yang kalau kita bisa memanfaatkannya, pasti nanti akan bermanfaat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan di tanah air.
So, why should I go abroad for my PhD?
Daftar isi
Teknologi dan fasilitas
Di jenjang S3 atau PhD, kita dituntut untuk bisa menemukan suatu novelty atau kebaruan dalam studi kita. Menemukan sesuatu yang baru, yang belum pernah diteliti atau ditemukan sebelumnya akan lebih mudah jika kita memiliki fasilitas dan teknologi yang maju.
Bukan berarti di Indonesia kita tidak punya teknologi dan fasilitas ini, tapi memang pengadaan-nya masih terbilang sulit. Jika di Jepang kita bisa memesan sepasang primer untuk PCR hanya dalam waktu 1 hari saja, di Indonesia, mungkin waktu yang dibutuhkan bisa lebih lama.
Bagaimana dengan alat berteknologi tinggi? Bisa jadi butuh waktu bulanan atau bahkan tahunan. Lebih praktis mana ketimbang laboratorium di luar negeri yang hampir semuanya ada dan bebas digunakan dengan birokrasi yang praktis? Bisa jadi si penemu teknologi itu bekerja satu lantai di bawah laboratorium-mu.
Kalau kita sudah paham dan familiar dengan teknologi yang maju, suatu hari ketika teknologi itu masuk di Indonesia, we will be the first to know the drill. Bisa bikin kuliah, pelatihan, atau workshop dengan pengetahuan kita.
Iklim persaingan yang positif
Karena teknologi dan fasilitas yang sudah mumpuni, kecepatan perkembangan riset di LN tidak bisa dibendung lagi. Bukan lagi soal “menemukan kebaharuan” saja, tapi juga “siapa yang lebih dulu menemukan”. Persaingan antar laboratorium dengan field of expertise yang sama sangatlah ketat, sehingga memacu siapapun di dalamnya untuk terus berkembang dan berinovasi. Seru kan?
Wider option of Funding
Sebagai mahasiswa asing di negara maju, acap kali kita memiliki keuntungan untuk dapat mengakses grant tertentu untuk menopang biaya penelitian atau kadang biaya seminar kita. Bukan hanya funding untuk riset, funding untuk kita sekolah dan untuk uang hidup alias beasiswa pun ada banyak pilihannya. Tinggal bagaimana kita kerja keras untuk menggapainya aja.
Untuk laboratorium yang produktif? Jangan khawatir pasti ada sumber funding-nya. Belum lagi kalo supervisor kita orang beken, ekspert, atau pemegang paten, funding biasanya lancar mengalir. Ketika saya menjadi mahasiswa S3 dulu, saya ngga pernah memikirkan soal funding untuk riset saya. Karena semua di-cover sama laboratorium, jadi tinggal fokus studinya. Enak kan?
Kesempatan untuk bertemu ahli tingkat dunia dan update ilmu lebih cepat
Karena kita belajar langsung di negara yang merupakan pusat dari perkembangan ilmu pengetahuan. Karena kita belajar di negara yang penemuan-penemuan baru lahir, yang melahirkan para ahlinya juga. Jadi ngga heran kalo penemu Endothelin Converting Enzyme-1 ternyata adalah supervisormu. Atau, penemu virus Hepatitis C ternyata dulu bekerja di laboratorium sebelah.
Kalo sebelumnya kita dateng konferensi dan ketemu para ahli tingkat nasional, atau level 2 atau 3 dunia, kalo di acara konferensi di LN, bisa jadi kita ketemu dengan ahli level 1 dunia, penemu, nobel laureate, sampe ke researcher dan penulis buku teks ternama!
Buat apa sih ketemu ekspert? Pasti belum pernah ya? Para ekspert atau para ahli adalah orang-orang pandai yang sangat humble yang sangat terbuka dengan pertanyaan dan diskusi. Kebayangkan betapa banyak ide yang bisa kita dapatkan dengan berdiskusi dengan para ahli? Selain bisa update ilmu lebih cepat, kamu juga bisa update ide. Asik kan?
Memiliki kredibilitas lebih ketika publish di jurnal
Coba kita posisikan diri kita sebagai editor jurnal terkemuka yang menerima dua manuskrip dengan tema yang sama, satu dari universitas di Jepang dan satu manuskrip dari universitas di Zimbabwe. At a glance, mana yang lebih kamu percaya? Manuskrip dari Jepang yang kamu tahu pendidikannya sudah sangat maju, atau dari Zimbabwe yang nama ibu kotanya aja baru kamu ketahui hari ini?
Punya kesempatan jalan-jalan dan merasakan perbedaan budaya yang memperluas wawasan
Kamu tahu kenapa negara kita begini-begini aja? Karena sebagian besar dari mereka tidak pernah merasakan rasanya hidup di belahan lain dunia. Pengalaman yang kita dapatkan dari jalan-jalan dan struggling di negara orang bisa menghadirkan wawasan baru, yang bisa membantu kita bagaimana bersikap, bagaimana melihat kehidupan, dan bagaimana memperbaikinya.
No ribet-ribet
Apalagi kalo soal sidang. Ngga perlu menyiapkan konsumsi untuk penguji! Hahaha
Oleh: Pranindya Rinastiti, MD, PhD (author rumahindik.blogspot.com)