Penyederhanaan Proses Pengajuan SIP dan STR: Apa saja yang berubah?

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) kembali meluncurkan sosialisasi terkait penyederhanaan proses pengajuan SIP dan STR sebagai bagian dari RUU Kesehatan yang sedang hangat dibahas. Apa saja yang nantinya akan berubah dari proses pengajuan SIP dan STR ke depannya? Simak di sini.

Permasalahan terkait proses SIP dan STR yang panjang

Penyederhanaan proses pengusulan SIP dan STR masuk ke dalam RUU Kesehatan lantaran proses ini terbilang lama dan menyulitkan dokter, sehingga berpotensi menurunkan kualitas dan ketersediaan layanan kesehatan.

Beberapa masalah yang digarisbawahi oleh pemerintah melalui Kemenkes antara lain: keharusan memperpanjang STR setiap 5 tahun, durasi penerbitan SIP yang tidak terstandar (antara 3-6 bulan), kewajiban mengumpulkan SKP dengan biaya seminar yang variatif, hingga ke penerbitan SIP yang tidak mengikuti kebutuhan layanan nasional.

Dengan adanya RUU Kesehatan ini, Kemenkes bermaksud untuk menyederhanakan, mempermudah, menstandarisasi, dan transparansi dari urusan perijinan ini.

Proses pengajuan SIP dan STR: apa yang berubah?

STR berlaku seumur hidup

Menurut RUU Kesehatan yang baru, STR tidak lagi harus diperpanjang setiap 5 tahun, tetapi berlaku seumur hidup sejak dikeluarkannya, kecuali dalam kondisi dimana STR itu dicabut.

STR nantinya juga tetap akan diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), tetapi proses pengajuannya akan mengalami perubahan.

Proses registrasi dan perizinan nantinya akan dilakukan terintegrasi antara pusat dan daerah menjadi satu kesatuan dengan dibawah Kemenkes.

Pengumpulan SKP terstandar

Untuk menjaga kompetensi dokter, maka sistem SKP akan tetap dilakukan per-5 tahun. SKP ini nantinya dapat diberikan oleh penyelenggara pendidikan dan kolegium. Bukan untuk memperpanjang STR, SKP ini nanti akan menjadi syarat untuk perpanjangan SIP.

Baca juga  Bantuan Pendidikan Kedokteran Kemenkes: Apa dan siapa sasarannya?

Untuk mempermudah perolehan SKP, maka nantinya akan diadakan standarisasi pembobotan SKP untuk seminar/workshop yang disusun oleh Kemenkes, bersama dengan organisasi profesi (OP) dan stakeholder terkait.

Pemerintah juga akan membantu memberikan kemudahan akses pelatihan/seminar untuk tenaga kesehatan, serta mempermudah sistem pencatatan SKP terintegrasi dibawah Kemenkes, sehingga proses perpanjangan SIP akan transparan.

Penerbitan SIP dengan prinsip pemerataan

Kedepannya, penerbitan SIP akan berbasis dengan need assessment, dimana penerbitan SIP akan dilakukan berdasarkan kebutuhan layanan di wilayah tertentu.

Penerbitan SIP reguler akan dilakukan oleh pemerintah daerah (pemda) setempat. Namun pada kasus tertentu, di mana dibutuhkan SIP tambahan, misalnya untuk dokter yang bekerja di daerah terpencil dimana dokternya hanya satu, maka pemerintah pusat dapat memberikan SIP ke-empat atau SIP tambahan tersebut sesuai dengan need assessment.

Proses pengajuannya juga akan diintegrasikan dengan pemerintah pusat melalui Kemenkes, sehingga penerbitan SIP akan lebih praktis dan transparan, serta mudah diakses oleh stakeholder terkait sehubungan dengan pemerataan layanan dokter.

Misalnya, suatu wilayah memiliki kuota banyaknya SIP yang dapat diterbitkan di wilayah tersebut (sesuai dengan jumlah layanan kesehatan yang ada). Maka, jika ada seorang dokter spesialis yang mengajukan SIP di daerah yang kuotanya sudah penuh, maka akan ditolak oleh sistem. Dokter tersebut harus mengajukan SIP di daerah yang masih memiliki kuota SIP.

Nah, bagaimana menurut temen-temen? Apakah sistem ini nantinya dapat menjawab permasalahan kedokteran selama ini?

Bagi teman sejawat yang ingin berpartisipasi memberi masukan terhadap RUU Kesehatan ini, yuk berikan saran dan masukan melalui partisipasisehat.kemkes.go.id.

Leave a Reply