Studi PhD sambil aktif menjadi edukator dan influencer? Yuk belajar dari dr. Adam Prabata!

PhD influencer Adam Prabata

Siapa sih yang ngga kenal dengan dr. Adam Prabata? Seorang dokter dan juga edukator seputar COVID-19 yang namanya semakin tenar belakangan ini. Sudah pada tahu kan kalo dr. Adam Prabata yang punya follower ratusan ribu di instagram itu saat ini sedang menjalani pendidikan S3-nya di negeri sakura? Tepatnya di Divisi Cardiovascular, Kobe University. Pingin tahu kaitan pendidikan S3 dan kesuksesan dr. Adam sekarang? Yuk mari disimak!

Kenapa memilih melanjutkan ke jenjang S3?

“Karena saya senang dengan penelitian” ujar dokter lulusan FK UI ini. Baginya, dengan menekuni dunia riset dan penelitian, seseorang dapat menjadi garda terdepan dalam perkembangan ilmu pengetahuan, dalam hal ini ilmu kedokteran. “Selain itu, punya gelar S3 kayanya keren,” tambahnya. Maka dari itu, dr. Adam tidak melewatkan kesempatan ketika mendapat kesempatan untuk lanjut ke jenjang S3, apalagi di bidang yang cukup bergengsi, Cardiovascular.

Bagaimana ceritanya bisa lanjut S3?

“Kebetulan saya ikut presentasinya profesor dari Kobe University di sebuah acara ilmiah di Indonesia pada pertengahan tahun 2015,” dr. Adam bercerita, “Karena tertarik dengan topiknya, saya langsung berkenalan dengan profesor tersebut dan menyatakan keinginan untuk bergabung di laboratorium beliau pada saat itu, bila memungkinkan”. 

Perjuangan dr. Adam ternyata tidak berhenti sampai disitu saja. Pada awal tahun 2017 kemudian dr. Adam melakukan kontak dengan profesor tersebut dengan diperantarai seorang teman. Setelah menjalani tes semi-interview non-formal, akhirnya dr. Adam diterima dalam laboratorium profesor tersebut yang kini menjadi supervisor dalam studi S3-nya.

Baca juga  Berapa kali saya bisa mendaftar PPDS di prodi/center tertentu?

“Untuk beasiswa, saya sempat gagal pada seleksi MEXT G to G (beasiswa pemerintah Jepang) pada tahun 2017 dan sempat kecewa karena LPDP tidak memasukkan Kobe University sebagai universitas tujuan,” ujar dr. Adam. Tapi ternyata usahanya tidak berhenti sampai disitu. Dr. Adam kemudian mencoba seleksi beasiswa MEXT dengan skema U-to-U (dari universitas ke universitas), dan akhirnya diterima sebagai salah satu penerima beasiswa MEXT. Luar biasa panjang, ya, perjuangannya.

Bagaimana kehidupan sebagai murid S3?

Sibuk? Jelas! Sebagai mahasiswa S3, dr. Adam harus melakukan serangkaian penelitian untuk menemukan suatu hal yang “baru”, yang belum pernah ditemukan sebelumnya, “saat ini sedang meneliti seputar kardiometabolik,” ujarnya. Selain itu, dr. Adam juga harus ikut membimbing mahasiswa S1 yang belajar di dalam laboratorium supervisornya. 

PhD dokter influencer adam prabata

Beruntung, jenjang S3 tidak banyak membebankan pada perkuliahan. Jadi, cukup konsentrasi pada progress penelitian, presentasi di acara akademik, dan publikasi tentunya. Berat? Jelas. Tapi semuanya bisa dilakukan asal kita bisa menyeimbangkan hidup kita. “Cara menyeimbangkannya mau ngga mau dengan mengurangi waktu tidur,” jelas dr. Adam. 

Sebagai seorang mahasiswa S3 dan juga seorang edukator, dr. Adam tidak hanya harus menyiapkan studi S3-nya tapi juga menyiapkan studi untuk materi edukasinya. Untuk hal ini, dr. Adam mengalokasikan waktu 2 jam untuk membuat materi edukasinya, “entah sebelum tidur atau setelah bangun tidur, selalu siapkan waktu 2 jam untuk membuat materi konten”. Hasilnya? Kini dr. Adam berhasil masuk dalam jajaran dokter yang juga influencer, yang materi edukasinya menjadi rujukan banyak orang di tanah air, meskipun ia tidak berada di tanah air. 

Keuntungan apa yang didapatkan dari studi S3?

“Banyak!” tegas dr. Adam, “salah satunya adalah kemampuan dan kecepatan membaca jurnal atau artikel ilmiah jadi meningkat, karena terbiasa dan terlatih selama pendidikan S3. Selain itu, kita jadi lebih tahu update mengenai topik dan sub-topik yang kita dalami dengan lebih cepat”. 

Baca juga  Merencanakan studi S2/S3 di Luar Negeri: edisi Groningen

Diakui dr. Adam, kemampuan membaca jurnal dan artikel ilmiah yang lebih cepat dan akurat menjadi modal kuatnya untuk melakukan edukasi berdasar update keilmuan terkini seputar COVID-19 kepada masyarakat awam, seperti yang ia lakukan saat ini, “Karena kecepatan dan akurasi informasi ini adalah poin penting dalam edukasi” jelasnya.

Tidak hanya itu, dr. Adam juga percaya bahwa membawa gelar S3 dapat menjadi modal yang kuat untuk mendaftar PPDS nantinya, karena tidak banyak dokter bergelar S3 yang kemudian mendaftar jenjang PPDS. 

Apa persiapan yang paling penting untuk dilakukan?

“Yang penting jangan menyerah. Kalau saya menyerah setelah gagal dalam beasiswa MEXT G-to-G tahun 2017, mungkin saya ngga akan berangkat ke Jepang” jelas dr. Adam. Bagi para mahasiswa kedokteran, dokter, dan juga koas, dr. Adam berpesan untuk tidak ragu-ragu memilih untuk melanjutkan ke jenjang S3. “Indonesia masih kekurangan dokter bergelar S3 lho. Dan salah satu motor penggerak penelitian adalah dokter S3. Emang pada mau penelitian di Indonesia gini-gini aja?” tukasnya. 

Yuk, yang mau ikut memajukan penelitian, jangan takut untuk mengikuti jejak dr. Adam. 

Kalau kamu, berani coba?

Leave a Reply