Studi S3 di tengah pandemi: PhD student di Taiwan
Melanjutkan studi di luar negeri bisa jadi salah satu impian kita. Tapi gimana caranya bisa lanjut kesana ya? Apalagi di tengah pandemi. Mungkin ngga sih? Nah, sekarang kita akan menyimak kisah nyata sejawat kita dr. Nova Yuli Prasetyo yang mantab melanjutkan studi S3-nya di Taiwan, di tengah pandemi! Bagaimana ceritanya? Simak yuuuk.
Daftar isi
Kenapa memilih melanjutkan ke jenjang S3?
“Ada beberapa alasan dan pertimbangan, tapi satu yang utama adalah prinsip yang juga ditekankan oleh guru-guru saya selama S1, sebagai seorang dokter, harus belajar sampai akhir hayat, atau life long learning. Jadi apabila ada kesempatan belajar, maka belajarlah,” jawab dr. Nova.
Selain itu, diakui oleh dokter yang bercita-cita menjadi pendidik klinis ini, bahwa seorang pendidik klinis tidak hanya harus menguasai ilmu klinis saja, tapi juga menguasai tri dharma perguruan tinggi, diantaranya termasuk penelitian yang menjadi point of interest dari dr. Nova.
Bagaimana awalnya bisa melanjutkan pendidikan ke Taiwan?
Dokter yang pernah bekerja sebagai research assistant di departemen Bedah Anak RSUP dr. Sardjito ini bercerita bahwa kesempatannya melanjutkan pendidikan ke Taipei Medical University bukanlah kesempatan yang pertama, karena sebelumnya dr. Nova pernah mendapat rekomendasi dari guru/staf di tempat beliau bekerja untuk mendaftar dan melanjutkan pendidikan ke Osaka University di Jepang, namun sayangnya belum berhasil mendapatkan beasiswa.
Berikutnya dr. Nova kembali mendapat rekomendasi dari guru/staf tersebut untuk mendaftar dalam program S3 di International PhD Program in Cell Therapy and Regeneration, Taipei Medical University (TMU) yang bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada (UGM). Kesempatan ini ternyata berbuah manis, tidak hanya diterima di bagian tersebut, dr. Nova juga mendapat beasiswa untuk studinya.
“Beasiswa studi di Taiwan ini ada banyak macamnya. Ada yang dari universitas, dari pemerintah Taiwan, misalnya dari ministry of sciences and technology (MOST) atau ministry of education (MOE). Ada juga beasiswa dari universitas berupa beasiswa tuition fee dan mendapat tambahan beasiswa dari profesor/supervisor” jelas dr. Nova
Bagaimana memulai pendidikan S3 di tengah pandemi ini?
Dokter yang memulai pendidikannya di tengah-tengah pandemi ini mengakui bahwa awalnya tidak mudah. Keberangkatan pada bulan Oktober yang masih berada ditengah badai pandemi ternyata membawa cerita tersendiri. Selain persyaratan keberangkatan yang cukup banyak, menguras tenaga dan uang, proses karantina dan home quarantine selama total 21 hari setibanya di Taiwan cukup menguras waktu.
“Apalagi ketika sampai di Taiwan, saya belum mendapatkan supervisor yang sesuai dengan bidang studi saya. Saya harus mengirimkan research plan untuk kemudian pihak TMU meng-assign saya ke salah satu supervisor disini” ujar dr. Nova, “saat ini saya mendalami tentang iPSC, induced pluripotent stem cell yang itu sangat menarik”
Tidak banyak orang menyadari bahwa Taiwan ternyata memiliki kualitas riset yang sangat baik di bidang kesehatan dan kedokteran, “Apalagi dalam pandemi COVID-19 ini, kita bisa lihat bahwa Taiwan memiliki respon yang baik terhadap pandemi, yang ini menjadikan saya semakin mantab melanjutkan studi di Taiwan” ungkap dr. Nova.
Diakui oleh dr. Nova, kondisi Taipei sampai saat ini masih tergolong aman dr COVID-19, apalagi dengan langkah preventif dari kampus yang relatif cukup ketat. Untuk kegiatan akademik pun ada yang dilakukan secara offline dan juga melalui online atau dengan video rekaman
Bagaimana suasana studi di Taiwan?
Dengan melanjutkan pendidikan di Taiwan, dr. Nova mengakui bahwa dirinya merasa dapat lebih fokus dan intens dalam belajar, bisa mencari expert dan sumber daya yang advance untuk mendukung penelitiannya. “Apalagi studi S3 adalah tentang novelty, jadi kita harus tau sumber daya yang tepat untuk mendukung studi kita” tambah dr. Nova, “Selain itu, pengalaman belajar dengan culture yang berbeda juga akan menambah wawasan kita yang akan kita bawa kembali ke Indonesia”.
Bagaimana dengan supervisor? “Profesor di Taiwan sangat suportif baik ketika kita menentukan topik, ketika troubleshooting, dan juga sangat membantu kita untuk menemukan kebaruan atau novelty dalam riset kita,” ujar dr. Nova, “juga ketika kita berdiskusi tentang aplikasi hasil riset ini dan dampaknya di Indonesia nanti, yang itu sangat menarik”.
Diakui dr. Nova, iklim belajar di Taiwan sangat encouraging dan bisa mendorong kita untuk menemukan ide dan inovasi baru di bidang kesehatan, meskipun dirinya baru saja memulai studi S3-nya.
“Sejauh ini tidak ada kendala yang berarti saat komunikasi di lab karena professor dan mayoritas rekan Lab bisa berkomunikasi dalam bahasa inggris. Mungkin beberapa tulisan yang masih dalam chinese kita perlu menggunakan bantuan google translate” jelas dr. Nova.
Untuk teman-teman yang ingin melanjutkan ke Taiwan
“Yang terpenting niatnya apa, dan interest-nya dimana” ungkap dr. Nova. Menurutnya sangat penting untuk menentukan terlebih dahulu apakah kita ingin menjadi dokter klinis saja, dokter dan pendidik, atau dokter dan researcher.
Kemudian, pastikan kembali minat bidang studinya, “Misalnya dalam kasus saya, saya tertarik iPSC di bidang bedah anak,” lanjut dr. Nova, “kemudian cari perguruan tinggi yang punya program sesuai dengan minat bidang studi kita, cari supervisornya, di universitas mana dan negara mana. Apalagi tidak semua negara bisa menerima dokter langsung ke jenjang S3 tanpa master terlebih dahulu. Beberapa negara atau universitas mensyaratkan surat pengalaman kerja di universitas atau sudah publikasi jurnal internasional untuk bisa langsung ke jenjang S3”.
Yang tidak kalah penting adalah kemudian mencari beasiswa. Mulailah mencari informasi tentang persyaratan dan bagaimana mendapatkannya, “Karena beasiswa untuk hidup itu penting untuk mendukung performa studi kita” jelas dr. Nova, “apalagi jika ada universitas yang punya kerjasama dengan universitas asal kita, karena peluang mendapat beasiswanya bisa lebih besar”.
Nah, kalo kamu, siap berangkat S3?