#maujadi PPDS di Filipina: Seperti apa sih?
Mengejar PPDS ke negeri seberang? Kenapa tidak! Bagaimana dengan Filipina? Yuk mari mendengar penuturan dr. Maulana Widi Adrian yang telah menyelesaikan pendidikan PPDS spesialis Anak di Jose R Reyes Memorial Medical Center, Filipina.
Daftar isi
Mengapa di Filipina?
Bagi dokter yang akrab disapa dr. Ian ini, mengambil PPDS di Filipina tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Hanya saja, sejak awal dr. Ian memang berkeinginan kuat untuk melanjutkan studinya di luar negeri.
Dirinya mendapat informasi terkait studi di Filipina pertama kali dari sebuah pesan singkat mengabarkan sebuah seminar tentang sekolah di luar negeri yang diadakan di Surabaya.
Dari situ dr. Ian mendapat informasi yang cukup menarik seputar kuliah kedokteran, pilot, perhotelan, dan di momen itulah dr. Ian bertanya tentang studi spesialis anak di Filipina
“Ternyata sangat menarik (spesialis anak) dikarenakan kasus (di Filipina) hampir sama dengan di Indonesia, dan Filipina masih di kawasan Asia,” dr. Ian menjelaskan.
Meskipun dirinya tidak tahu menahu tentang budaya Filipina, pola dan sistem pendidikan kedokterannya, tetapi dr. Ian percaya bahwa, studi di luar negeri, di manapun itu, dapat menambah pengalaman, ilmu, dan menambah relasi.
Sayangnya, kebanyakan orang memilih negara Eropa, Australia, dan hanya sedikit sekali yg memilih di kawasan Asia tenggara. Hal ini menjadi sebuah tantangan tersendiri.
Bagaimana prosesnya mendaftar PPDS?
Berdasarkan pengalamannya, proses untuk dapat melanjutkan studi PPDS di Filipina ada 2 proses. Pertama, calon peserta dapat mendaftarkan dirinya langsung ke semua RS baik pemerintah atau swasta, dengan menyetarakan semua dokumen ke dalam format internasional.
Selanjutnya akan dilakukan ujian di RS tersebut. Nilai ujian akan diumumkan setelah 1-2 minggu dari ujian. Setelah dinyatakan lulus ujian, kemudian calon peserta didik akan dipanggil untuk mengikuti training atau residensi di RS tersebut. Namun, bila kita gagal di satu RS, kita masih bisa mencoba di RS lainnya.
Cara kedua adalah dengan melalui agensi khusus sekolah di luar negeri, dimana semua proses pendaftaran akan dibantu hingga calon peserta didik diterima dan dipanggil oleh pihak RS tujuan.
Dr. Ian sendiri menggunakan jasa agensi ini untuk membantunya dalam mengurus administrasi sebelum memulai residensi.
Seperti apa proses pendidikan PPDS di Filipina?
Pada dasarnya pola pendidikan PPDS di Filipina mirip dengan di Indonesia, hanya saja di Filipina menerapkan sistem hospital based residency, sementara indonesia menerapkan university based.
Ujian masuknya sendiri sama dengan di Indonesia yaitu berupa ujian akademik (sesuai jurusan) dan juga ujian wawancara. Ujiannya sendiri menggunakan bahasa inggris.
Untuk proses pembelajarannya sendiri diakuinya sangat menyenangkan, karena PPDS bisa duduk bersama dengan senior dan konsulen untuk berdiskusi tentang pasien. “Bila ada kasus yang tidak bisa dipecahkan, konsulen pun membuka buku bareng dengan kita di satu meja dan membahas nya bersama” kata dr. Ian.
Selain itu, keterampilan praktek seperti memasang infus, mengambil darah, lumbal pungsi dan tindakan lainnya juga harus dilakukan oleh residen. Sehingga peserta didik menjadi sangat terampil.
Untuk Departemen Anak, selama 3 tahun pendidikan akan ada ujian yang diikuti seluruh residen anak di Filipina, yang berfungsi sebagai penentu untuk naik tingkat.
Setelah menyelesaikan training, peserta didik bisa mengikuti board exam. Nilai kelulusan dari board exam ini nantinya bisa diajukan ke Kolegium Kedokteran Indonesia (KKI) untuk menentukan durasi adaptasi di indonesia ketika kembali ke Indonesia nanti.
Bagaimana kehidupan sosial PPDS di sana?
Selama menjalani PPDS, menurut dr. Ian, hubungan antara teman angkatan dan konsulen baik, layaknya keluarga, dimana PPDS selalu dibantu bila ada kesulitan.
“Saya pernah dibayar untuk ujian oleh senior dikarenakan mereka tahu kalau saya sekolah di Filipina dengan bayar SPP, karena saya bekerja di government hospital, sementara bila di RS swasta tidak ada SPP” tukas dr. Ian. Bahkan, ia mengaku sering diajak untuk makan bersama oleh konsulen dan temen serta senior.
Meskipun begitu, tidak dipungkiri bahwa dirinya dulu pernah menjadi korban bullying oleh salah satu residen dari departemen lain. “Namun saya dibela oleh departemen anak dikarenakan hal ini tidak benar” ujar dr. Ian. Pembelaan itu dilakukan secara tertulis dan komunikasi langsung antar chief departemen, sehingga pada akhirnya semua terselesaikan dengan baik.
Salah satu tantangan yang dihadapi oleh dr. Ian salah satunya adalah terkait dengan ibadahnya sebagai umat Islam, “terutama untuk waktu sholat. Sempat saya di suruh sholat di toilet, karena mereka tidak tahu tentang Islam. Namun, akhirnya saya bisa menggunakan exit room untuk sholat” dr. Ian mengingat.
Selain itu, bagi laki-laki yang hendak sholat jumat, kita juga dituntut untuk berpintar-pintar mengatur jadwal nya ke masjid, “alhamdulillah, saya deket dengan Quiapo, tempat komunitas muslim dan pusat masjid dan makanan halal yang berjarak temput 30 menit dengan sepeda, saya masih ingat saya harus tepat waktu berdirinya sholat jumat dan cepat balik ke rumah sakit dikarenakan masih jam aktif bekerja” ujar dr. Ian.
Diluar kegiatan jaga, dr. Ian juga melakukan menyempatkan diri bekerja paruh waktu di sebuah restoran halal di Filipina, dimana dia berkenalan dengan sang owner yang ia panggil Nanay (ibu dalam bahasa Tagalog) dan anaknya Shaleh, yang banyak membantunya dalam kehidupan sehari-hari di Filipina. Mulai dari mengantarkan makanan, sampai mengajari bahasa Inggris dan bahasa Tagalog kepada dr. Ian.
Pengalamannya bekerja di restoran ini ternyata membawa manfaat bagi departemen tempat dr. Ian bekerja. Ia jadi sering dipanggil untuk masak di departemennya, “nanti mereka (departemen) yang memberi uang buat belanja. Selama berbelanja dan masak, jaga saya digantikan senior atau junior, jadi sangat dinamis” ujarnya.
Masakan itu kemudian dimakan bersama dengan senior, junior, koas, dan biasanya juga dibagikan ke teman-teman indonesia lain yang sedang jaga hingga perawat jaga. Hampir mirip dengan di Indonesia.
Apakah memungkinkan jika dokter Indonesia berpraktik di Filipina?
Jawabannya adalah bisa. Namun untuk bisa sampai kesitu, diperlukan serangkaian ujian dan usaha yang keras.
Karena untuk dapat berpraktik sebagai dokter spesialis di Filipina, peserta didik harus lulus board exam dan oral exam dulu yang prosesnya terbilang sulit untuk orang asing. Apalagi jarak antara penyelenggaraan board eam dan oral exam yang terpaut 2 tahun.
Namun, diakui dr. Ian, dirinya sempat mendapat tawaran untuk jaga di salah satu rumah sakit swasta di Manila karena dirinya merupakan residen lulusan Manila. “Semua bisa dilakukan, asalkan kita mempunyai teman untuk sharing dan berbagi pengalaman terkait kerja” tambahnya.
Adakah tips dan trik teman-teman yang mengikuti jejak?
Tips yang pertama adalah perkuat kemampuan bahasa Inggris, karena bersekolah dimanapun bahasa Inggris menjadi bahasa pengantar yang penting.
Kedua, jangan lupa ijin dan doa restu dari orang tua dan keluarga misalnya istri bagi yang sudah menikah. Apalagi mengingat akan ada konsekuensi setelah lulus, misalnya ada proses penyetaraan di indonesia.
Terakhir, jangan khawatir bila kita tidak bisa bahasa Tagalog (bahasa Filipina). Ketika pertama datang di Filipina, dr. Ian hanya mengandalkan layanan Google dan bahasa tubuh untuk membantunya komunikasi dan menjalani kehidupan sehari-hari.
Namun lambat laun ia menyadari bahwa bahasa Tagalog ternyata mirip dengan bahasa Indonesia dan bahasa daerah Madura. Bahkan kini dirinya lebih fasih menggunakan bahasa Tagalog ketimbang bahasa Inggris.
Setelah menyelesaikan adaptasinya di Jakarta, dr. Ian berencana akan kembali mengabdi di RSI Kalianget di Sumenep, Madura.
Jadi, ada yang tertarik untuk lanjut PPDS di Filipina?
Halo dok, terima kasih untuk sharingnya yg bermanfaat. Permisi mau tanya klu boleh tahu agensinya apa ya? Makasih dok
Untuk agensinya bisa ditanyakan langsung ke narasumber. Akunnya sudah kami tag di instagram kami.
Kalau boleh tahu agensinya apa ya?