Melihat prospek S2 dalam karir dokter
Banyak dokter memiliki cita-cita ingin melanjutkan studi di jenjang yang lebih tinggi, termasuk jenjang Magister/master atau jenjang S2. Tapi, tidak sedikit yang ragu karena tidak dapat melihat prospek S2 dalam karir seorang dokter.
Padahal, kalau di lihat-lihat, memiliki gelar S2 memberikan prospek tersendiri, jika kita tahu bagaimana melihat prospek tersebut.
Jadi, seperti apa prospeknya?
Prospek S2 dalam karir yang banyak tidak disadari
Selama ini, banyak dokter yang memilih berkecimpung di bidang S2 yang benar-benar berbau “medis”, seperti Manajemen Kesehatan, Biomedik, atau kedokteran klinis. Alasannya, karena sama-sama “medis”.
Padahal, semakin maju jaman, semakin banyak bidang yang bisa dieksplor oleh seorang dokter sekalipun. Bidang tersebut juga memiliki prospek bekerja yang luas nantinya, meskipun tidak selalu medical-related.
Menurut dr. Maulana A. Empitu, seorang lulusan Master of Science in Pharmacology and Drug Developments, Tuft University, US, prospek bekerja pasca S2 itu luas, “selama bidang S2nya menarik dan bisa mendapat skill yang dapat diterapkan ke dalam industri yang sedang hits”.
Ya, lulusan S2 tidak hanya punya prospek bekerja di bidang akademis, manajerial, atau “medis” saja, tapi juga punya prospek bekerja di ranah industri, seperti industri farmasi hingga industri kesehatan digital.
Dr. Maulana menyebutkan bahwa untuk teman-teman dokter yang ingin terjun ke ranah industri, mempelajari bidang data science, bioinformatics, behavioral science, bisa mendatangkan peluang kerja lebih banyak dibanding lulusan S1 kedokteran. Bahkan, beberapa lulusan S2 bisa lebih cepat karirnya dibanding lulusan PhD yang masuk ke dalam industri.
“Misalnya si X lulus master, masuk industri 3-4 tahun, maka dia akan punya skill yang highly relevant dengan si industri, dibandingkan dengan lulusan PhD yang belajar 4-6 tahun dan menjadi highly skilled but less relevant to the industry” jelas dr. Maulana.
Salah satu contohnya adalah ketika kita mengambil Master of Science dan kemudian bekerja di industri farmasi. Atau ketika kita mengambil bioinformatika dan bekerja di start-up kesehatan. Bisa juga mengambil Magister Kesehatan Kerja dan bekerja di perusahaan multinasional. Yang tidak kalah lagi, mengambil Magister Manajemen dan terjun ke industri rumah sakit!
Dan ternyata, terjun ke dalam industri dengan bermodalkan gelar S2 juga memiliki prospek yang cerah lho!
Prospek S2 dalam karir: dalam vs luar negeri
Tidak bisa disangkal, bahwa seorang lulusan S2 luar negeri (LN) sebenarnya memiliki prospek yang lebih tinggi ketimbang dengan lulusan S2 dalam negeri (DN).
Coba saja jika kita melihat ke media sosial, ada berapa banyak lulusan LN yang kemudian berkesempatan melebarkan karir sebagai influencer atau motivator. Apalagi jebolan universitas ternama.
Jika kita melihat ke dalam industri/perusahaan, maka akan semakin jelas lagi bahwa jumlah lulusan LN akan lebih banyak ketimbang DN. Mengapa?
Berbeda dengan jenjang pendidikan S3, jenjang pendidikan S2 sangat dipengaruhi dengan kualitas sebuah universitas. Dimana universitas ternama, umumnya memiliki program S2 dengan kualitas yang lebih baik.
Sudah menjadi hal yang wajar bahwa Universitas LN memiliki kualitas, fasilitas, sarana dan prasarana yang lebih baik dalam menunjang program pendidikan yang baik. Tidak heran jika para lulusannya dianggap memiliki kualitas yang sejalan.
Apalagi dengan memiliki rangking yang tinggi, seolah menjadi jaminan kualitas. Hal ini menyebabkan para lulusan LN dianggap lebih baik secara kualitas dibandingkan dengan para lulusan DN.
Itulah sebabnya kenapa banyak lulusan US yang kemudian sukses dengan gelar S2-nya. Sebab, dunia masih menjadikan US sebagai standar termasuk standar pendidikan berkualitas.
Haruskan saya ambil S2 di US?
Khusus ini, dr. Maulana punya beberapa pesan penting. Pertama, selalu think about the purpose, apa yang ingin dicapai dalam jangka menengah dan jangka panjang. Kedua, pikirkan, apakah dengan studi di US kita akan semakin dekat dengan tujuan itu baik dalam konteks growth, network, experience, credential, dan semacamnya.
Selain itu, kita harus memikirkan opportunity cost nya, “misalnya bagi yang ingin membuat biotech startup, belajar di US dapat meningkatkan skill dan network, tapi dia akan miss peluang kerja, kolaborasi, dan peluang bisnis di Indonesia selama 2 tahun. Apakah worth it?” tanya dr. Maulana.
Kalau memang worth, maka kita harus susun strategi gimana mencapainya, disiplin berusaha, dan berdoa. “Jika gagal, selalu ingat pesan pertama dan kedua, karena kita tidak akan menyerah dengan mengingat itu,” tambah dr. Maulana.
Jadi, siap mendapat prospek lebih dari studi S2 di US?