Apakah saya terjebak dalam Sunk Cost Fallacy dalam memilih karir?

Pernah mendengar The Sunk Cost Fallacy? Istilah psikologis ini cukup terkenal apalagi jika dikaitkan dengan behavioral economy atau perilaku ekonomi. Ternyata, istilah ini juga ada hubungannya dengan karir. Jadi, apa hubungannya dengan karir dokter?

Apa itu Sunk Cost Fallacy?

The sunk cost fallacy adalah suatu istilah psikologis yang menjelaskan tendensi kita untuk menjalani sesuatu yang mana kita sudah menginvestasikan waktu, usaha dan uang kedalamnya, meskipun manfaatnya tidak sebanding untuk kita.

Contohnya, ketika kita tahu suatu pilihan itu buruk untuk kita, tapi kita tetap menjalaninya karena merasa “sudah terlanjur” habis banyak uang, waktu dan tenaga untuk mempelajarinya.

The sunk cost fallacy means that we are making irrational decisions because we are factoring in influences other than the current alternatives. The fallacy affects many different areas of our lives leading to suboptimal outcomes.

thedecisionlab.com

The sunk cost fallacy terjadi karena sejatinya manusia bukan makhluk yang 100% rasional ketika membuat keputusan. Seringkali keputusan kita dipengaruhi oleh emosi, misalnya rasa bersalah atau menyesal jika kita tidak “melanjutkan” keputusan yang kita ambil tersebut.

Ada kalanya sifat ini akan menyebabkan bias komitmen dimana kita terus menerus melanjutkan keputusan tersebut meskipun muncul bukti-bukti baru yang menunjukkan bahwa keputusan tersebut bukanlah pilihan terbaik.

Sunk Cost Fallacy di bidang kedokteran

Menurut thelabdecision.com, perilaku ini diibaratkan seperti membeli tiket konser yang mahal, namun ketika hari konser, hujan turun deras dan kita tidak enak badan. Jika kita tetap berangkat ke konser tersebut, kita beresiko mengalami sakit, sementara jika kita tidak jadi berangkat, maka kita akan “merasa rugi”.

Baca juga  Menjadi dokter di struktural: seperti apa sih?

Sebagian orang kemungkinan akan tetap berangkat karena merasa sayang dengan uang yang sudah dikeluarkan. Padahal kita tahu bahwa lebih besar keuntungan jika tidak berangkat ketimbang berangkat dalam kondisi sakit dan hujan deras yang bakal bikin sakit semakin berat..

Salah satu contoh Sunk Cost Fallacy adalah ketika sebagai dokter kita memilih melanjutkan ke jenjang spesialis karena kita merasa sudah menginvestasikan waktu, uang, dan usaha pada pendidikan kedokteran, padahal kita tahu kita “tidak mampu”.

Tidak ada yang salah dengan melanjutkan ke jenjang spesialisasi. Tetapi, melanjutkan pendidikan karena alasan “sudah terlanjur” memakai banyak waktu, uang, dan usaha untuk menyelesaikan pendidikan dokter sepertinya bukan alasan yang kuat yang dapat membantu kita untuk survive di jenjang spesialisasi.

Bagaimana menghindari Sunk Cost Fallacy?

Menghindari dari jebakan Sunk Cost Fallacy bukanlah hal yang mudah. Tapi kita bisa meminimalisir kemungkinannya.

Misalnya dengan meyakinkan diri untuk berfokus pada biaya dan manfaat pada masa kini dan masa depan ketimbang pada komintmen masa lalu. Kita bisa berfokus pada tindakan nyata ketimbang rasa bersalah dan perasaan “telah melakukan pemborosan” karena komitmen sebelumnya.

Dengan membuat keputusan dengan mengedepankan logika ketimbang emosi, kita bisa menghindar dari jebakan ini.

Dalam posisi dimana sulit untuk kita menghilangkan pengaruh emosi, kita dapat menggunakan teknologi atau bantuan eksternal lain untuk membantu kita membuat keputusan. Sebab sistem teknologi informasi atau sistem eksternal lainnya dapat membantu membuat pilihan rasional yang tidak terpengaruh oleh rantai keputusan sebelumnya.

Kesimpulan

Dalam memutuskan pilihan karir sebagai dokter, kita harus lebih banyak mengedepankan logika ketimbang perasaan. Jangan terjebak oleh perasaan bersalah karena telah menghabiskan waktu, uang, dan tenaga untuk mengejar pendidikan dokter.

Baca juga  Secuil Ide Pekerjaan Sambilan yang Bisa Dipertimbangkan untuk Dokter yang Sibuk

Keputusan karir selepas menjadi dokter sebaiknya didasarkan oleh rencana masa kini dan masa depan, ketimbang menitik beratkan pada keputusan yang sudah lalu.

Jadi, #maujadiapa kah teman sejawat? Jangan lupa cek segmen karir untuk membuka cakrawalamu!

Leave a Reply