Merencanakan studi S2/S3 di Luar Negeri: edisi Groningen

merencanakan studi di luar negeri

Pingin sekolah ke luar negeri (LN)? Tapi kok ngga yakin dengan langkah yang akan di pilih ya? Nah yuk sekarang sejawat kita dr. Muhammad Nazmuddin, M.Sc yang akbrab dipanggil Didin ini akan berbagi insight-nya tentang keputusannya mengambil S2 dan S3, di University of Groningen, Belanda. Pingin tau beberapa pertimbangan yang menarik dalam merencanakan studi S2/S3 di LN? Yuk kita bahas. 

First thing first: Why studi lanjut di LN, bukan spesialis?

studi di Groningen

Hal pertama yang terbersit di mayoritas lulusan dokter fresh graduate: “Gue harus spesialis nih”. Ada juga sebagian kecil memilih opsi karir sebagai pure scientist/academia. Bila berkaca dari situasi di Indonesia yang demand terhadap klinisinya masih belum terpenuhi, opsi dikotomis seperti ini dapat dimaklumi. Namun Didin, dokter yang lulus tahun 2014 silam ini punya opsi lain, “Why not pursuing both? Begin first with building excellent scientific capacity and then taking clinical residency afterwards–instead of what the majority do back then: specialist first-PhD afterwards”.

Bagi Didin, memutuskan untuk mengambil S2 terlebih dahulu adalah keputusan yang relevan dengan situasi saat itu: kondisi finansial yang tidak memungkinkan untuk PPDS dan rencana pribadi lainnya seperti menikah, berkeluarga, dan sebagainya. 

Satu hal lagi yang memantabkan keputusan merencanakan studi adalah kesempatan untuk meraih beasiswa master kala itu. “Hari ini kesempatan sekolah di luar negeri untuk mereka dengan kemampuan ekonomi menengah kebawah relative lebih terbuka,” ujar Didin. Melanjutkan studi di LN dengan beasiswa tidak hanya memberi keuntungan secara akademis tapi JUGA finansial, terutama dengan pilihan studinya di Groningen, Belanda.

Baca juga  Studi PhD sambil aktif menjadi edukator dan influencer? Yuk belajar dari dr. Adam Prabata!

Bagaimana merencanakan studi di LN bisa “menguntungkan” kita?

“Groningen bukanlah yang nomer satu untuk bidang neuroscience secara spesifik. Namun, dari sisi living cost untuk master dan PhD student, saya yakin yang terbaik di Belanda” jelas dr. Didin yang memang tertarik mendalami neuroscience semenjak koas. Diakuinya, dengan melanjutkan studi di Groningen dapat membantu kita menabung untuk berkeluarga dan bahkan untuk menabung guna PPDS nanti. 

“Apalagi jika melihat peringkat dunia, untuk yang peduli, University of Groningen juga memiliki rangking yang baik. Banyak kolaborasi nasional dan internasional, dosen-dosennya juga berkualitas, memungkinkan kita untuk terlibat dalam penelitian-penelitian di research lab terbaik di bidangnya” kata Didin.

Berkat studi yang dijalaninya di Groningen, Didin berkesempatan untuk melakukan research internship selama 8 bulan di the University of Michigan, AS, sebagai bagian dari penelitian S3-nya. 

Selain itu, pengalamannya bekerja di University of Groningen mengajarkannya banyak hal terutama tentang mengapresiasi proses dan perseverance. “Apalagi di bidang penelitian translational seperti yang saya lakukan, membuat saya lebih aware betapa panjangnya proses penelitian sebuah substance/therapy/diagnostic marker sebelum digunakan di klinik” jelas Didin.

Selain itu, kita juga jadi terbiasa berinteraksi dengan orang-orang dengan multikultur dan lingkungan internasional. Setidaknya kita memiliki wawasan pembanding terhadap kebiasaan yang kita lakukan di Indonesia. Di antaranya, hubungan antara guru dan murid serta cara berkomunikasi. Ini akan jadi modal baik untuk melanjutkan karir di luar negeri.

Kesempatan alternatif karir selama di LN pun makin terbuka bila kita bisa merencanakan studi dengan baik. Di antaranya terbukanya pilihan untuk melanjutkan pendidikan spesialis di luar negeri dengan paid-scheme.

Kalau merencanakan studi di LN, haruskah master dulu?

Untuk mengambil Neuroscience Research Master Program di the University of Groningen, Didin juga melakukan pertimbangan matang. Meskipun di Belanda lulusan dokter bisa langsung mengambil PhD, Didin memilih untuk mengambil master terlebih dahulu. 

Baca juga  Melihat prospek S2 dalam karir dokter

I was not so sure both with my scientific skill and my career path in academia. Mengambil research master program memberikan waktu untuk merencanakan karir lebih lanjut, sambil menabung buat modal nikah” ujarnya sambil tersenyum.

Ternyata, berawal dari studi master inilah ia justru mendapat kesempatan untuk melanjutkan ke jenjang S3, bahkan dengan gratis, melalui skema pendanaan kampus tempat ia melanjutkan studi S2-nya. “Saya ikut seleksi, dan lolos” cerita Didin yang kini berada di tahun terakhir S3-nya.

Dari pengalamannya, mengambil program master sama sekali tidak sia-sia. Karena peluang yang ditawarkan setelahnya cukup menjanjikan. Mulai dari kesempatan research internship, beasiswa internasional untuk S3, dan bila kita merasa tidak cocok dengan dunia akademis, kita bisa langsung kembali ke tanah air dan melanjutkan jenjang PPDS dengan pengalaman akademik dan kesiapan finansial yang lebih baik ketimbang ketika lulus dulu. Kembali lagi, semua tergantung prioritas kita dalam merencanakan studi.

Kenapa memilih lanjut studi S3?

studi di Groningen

Menurut Didin, melalui studi doktoral, seseorang akan terpapar dengan berbagai inovasi baru yang dikembangkan di bidang yang digeluti, dimana mahasiswa doktoral adalah pelaku aktif dari inovasi tersebut.

Untuk studi doktoral sendiri, setiap orang memiliki pengalaman masing-masing. “It is not a one-on-one comparison” lanjut Didin, “Di Belanda misalnya, waktu kelulusan seorang PhD student bisa bervariasi dari 3-4 tahun, bahkan lebih, bergantung pada progress penelitian doktoralnya”. Sehingga untuk dapat menyelesaikan studi doktoral dibutuhkan persiapan yang lebih matang.

Namun, studi doktoral pun memiliki berbagai keuntungan tersendiri, misalnya ada anggaran tahunan yang dialokasikan setiap tahunnya untuk para PhD student pergi ke international conference dan courses. “Ini adalah kesempatan untuk jalan-jalan, sekaligus menambah jejaring, dan update ilmu pengetahuan baru di bidang yang digeluti” ungkap Didin.

Baca juga  #maujadippds: Anestesiologi dan Reanimasi! Ahli membangunkan dan menidurkan

Baginya, dunia neuroscience yang ia geluti sangat multidisiplin. Mahasiswa doktoral akan terbiasa untuk berinteraksi dengan kolega/peneliti lintas disiplin ilmu “sehingga, secara langsung maupun tidak langsung, terpaksa ataupun tidak, kita akan mempelajari hal-hal baru yang tidak ditemukan di pendidikan kedokteran konvensional. Contohnya seperti skill programming, analisis sinyal, dan applied machine learning” Didin menjelaskan.

Apa yang perlu dipersiapkan dalam merencanakan studi di LN?

Pesan pertama, jangan minder! “Nilai akademik/IP saya dulu tidak istimewa, tapi saya bisa. Jadi bagi mereka yang ingin mencoba jalur karir ini, kesempatan masih terbuka lebar. Kuncinya, passionate dengan yang kita jalani dan ada alasan kuat kenapa kita ambil jalan itu” tukas Didin.

Apalagi saat ini peluang studi di LN semakin terbuka, seiring dengan banyaknya kanal informasi. “Pengalaman saya sendiri, dua tahun sebelumnya saya studi S2, saya mendapatkan beasiswa summer course selama dua bulan di Groningen. Dari situ, wawasan saya menjadi lebih terbuka dengan pilihan karir seorang mahasiswa kedokteran” aku Didin. 

Beberapa tips dan trik dari Didin buat yang kepingin lanjut studi S2/S3, “nomer satu adalah selalu terbuka terhadap segala macam peluang. Kedua, belajarlah untuk menggunakan resource yang dipunyai sebaik-baiknya dan buatlah realistic plan based on that. Be proactive and find a role model/mentor dan lakukan yang terbaik di setiap pekerjaan yang diberikan ke kita”. 

Didin juga berpesan untuk senantiasa menyelesaiakan apapun yang sudah kita mulai, dan terakhir, “Remember, you live your own life and not to please others

Kalau kamu, gimana rencanamu lanjut ke LN?

Leave a Reply