#maujadippds: Patologi Klinik! The real labwork!

Kali ini kita akan bahas prodi yang tergolong “minor”, tapi ternyata menarik. Apalagi kalo bukan patologi klinik alias PK. Apa aja yang perlu kamu ketahui tentang PPDS PK? Simak yuk berikut ini:
• Ada 11 center dengan prodi Patologi Klinik se-Indonesia! Semua center di Jawa-Bali punya prodi ini. Di luar Jawa-Bali ada UNAND, USU, dan UNHAS.
• Lama Studi 7-8 semester!
• Biaya Studi: SPP 6-15jt/semester dengan sumbangan terbesar 52 juta. SPP paling murah ada di UNS (6), UGM (9) dan UB (9+) sementara yang lain di kisaran 10-15juta. Untuk sumbangan termurah ada di UNPAD dan UNAIR (20) dan termahal di UNS (52), sementara UGM menggunakan system UKT dan USU menggunakan DKA, UNHAS dan UNUD kami tidak mendapat informasinya.
Kenapa prodi patologi klinik?
Menurut dr. Ersa Bayung M, PPDS UNAIR, patologi klinik alias PK bukan cuma tanda tangan hasil pemeriksaan doang, “PPDS PK itu tetep mempelajari semua penyakit-penyakit, tapi dibarengi belajar teknologi-teknologi baru di bidang PK yang sebenernya cukup cepat updatenya”. Hal yang sama juga diungkapkan oleh dr. Imma Harahap, PhD, PPDS UGM, “PK ngga sesimpel cuma duduk nunggu hasil keluar dari alat dan kemudian tandatangan. Ada proses quality control di mana kita memastikan apakah hasil tersebut layak dikeluarkan atau tidak. Proses ini yang tidak banyak diketahui oleh orang awam ataupun disiplin ilmu lainnya di luar PK.
Secara pribadi, dr. Ersa memilih PK supaya punya lebih banyak waktu dengan keluarga. Lain halnya dengan dr. Imma, bekerja sebagai PPDS PK ternyata cocok bagi dr. Imma yang senang dengan keterampilan laboratoris seperti yang ia pelajari ketika mengambil S3 di Jepang. “Jadi PPDS PK bisa belajar skill, teknik dan interpretasi hasil dari instrumen yang belum pernah dipelajari sebelumnya. Range disiplin ilmunya luas,”Kalau dulu hanya memegang sampel dari pasien neuropediatrik kongenital, sekarang memegang sampel dari pasien neurologi, pediatrik, interna, bedah, onkologi, obsgyn dan lain-lain. Di sini bisa belajar mengerjakan IGRA, ANA-IF, analisa kromosom, analisa gen SARS-CoV-2 dan pemeriksaan lainnya yang sebelumnya tidak tersentuh pada saat S3,” tambah dr. Imma.
Tidak hanya berkutat di dalam laboratorium, kita juga bisa in touch dengan pasien seperti melakukan swab langsung ke pasien untuk pemeriksaan SARS-CoV-2. “Selain itu, konsulen dan PPDS PK juga diundang untuk memberikan ekspertise seperti interpretasi hasil dan rencana pemeriksaan berikutnya yang dibutuhkan dalam penegakan diagnosis pada kasus-kasus sulit” jelas dr. Imma.
Di mana Spesialis Patologi Klinik dapat berkiprah?
Untuk para calon spesialis PK, tidak perlu bingung tentang di mana bisa memberikan pelayanan klinis. Seorang spesialis patologi klinik dapat berkarir tidak hanya di kota besar, tetapi juga di daerah, bahkan kebutuhan di daerah sangat besar, “Karir yang bagus ada di daerah, karena di kota sudah terlalu banyak,” jelas dr. Ersa. Selain itu dr. Ersa juga menyarankan untuk kerja di daerah bersama beberapa kolega, “soalnya kerjaanya buanyak, apalagi lab di RS buka 24 jam” tambah dr. Ersa. “Apalagi dalam era pandemik ini dimana penegakan diagnosis COVID-19 sangat mengandalkan hasil laboratorium. Kebutuhan ini tidak hanya di kota besar, tetapi juga di daerah,” dr. Imma menambahkan. Tidak hanya COVID-19, penyakit lainnya juga membutuhkan hasil laboratorium dalam penegakan diagnosis seperti diabetes, penyakit ginjal, leukemia dan lain-lain. Tidak sampai di penegakan diagosis saja, pemeriksaan laboratorium juga dibutuhkan dalam memonitoring perjalanan penyakit dan respon terhadap terapi. Oleh karena itu, spesialis patologi klinik sangat dibutuhkan.

Nah, untuk tempat kerja, dimana lagi selain di RS dan laboratorium klinik (labklin)? Ternyata, spesialis PK bisa kerja di berbagai tempat lho, misalnya di labkesda, bisa di PMI misalnya. Yang ngga kalah seru, tetep bisa jadi peneliti dan dosen tentunya. Bagaimana dengan di daerah? Jangan khawatir. Untuk daerah yang alatnya belum advanced, bisa mengajukan permohonan ke institusi atau pemda setempat “Daerah biasanya siap secara finansial, tapi alatnya belum ada. Kenapa? Karena spesialis patologi kliniknya yang belum ada. Seperti contohnya kakak kelas saya yang ditugaskan di suatu RS, RS tersebut langsung diberi PCR oleh PEMDA setempat. Yang bisa mengoperasikan alatnya dipastikan ada dulu, baru alatnya diadakan. Ada lagi contoh lainnya. Teman saya sebelumnya bekerja di daerah. RS tersebut bersedia membelikan alat apabila beliau selesai menempuh PPDSnya nanti. Seorang spesialis PK tetap dapat mengabdikan diri di daerah” ujar dr. Imma.
Tapi….
Untuk temen-temen yang berminat di PK, dr. Ersa berpesan untuk mempersiapkan ujian dengan baik. “Buat ujian masuknya belajar dari diktat/buku jaman kuliah aja, semua ada disitu”. dr. Ersa juga menyarankan untuk para calon PPDS untuk ikut seminar tentang PK. “Ngga ada tips and trik khusus, ujian tulis sesuai diktat itu, kalo ujian wawancara cuma perkenalan aja,” tambah dr, Ersa. Ngga perlu khawatir untuk ujian wawancara, karena umumnya tidak membahas teori keilmuan, tetapi lebih ke pertanyaan tentang kondisi peserta dan kaitannya dengan keberlanjutan pendidikan, “pertanyaannya seputar pengalaman kerja, alasan pilih PK, nanti lulus mau kemana, sama tentang keluarga juga”.

Hal yang sedikit berbeda diungkapkan oleh dr. Imma, “Pada saat presentasi jurnal, pemahaman materi akan dinilai. Begitu juga kemampuan berkomunikasi dalam berbahasa inggris dengan penguji akan dilihat. Kalau punya prestasi atau hobi yang positif di luar dunia kedokteran, sebaiknya disampaikan juga ke penguji, jangan malu-malu menyampaikan apa saja potensi yang ada pada diri kita”. Untuk persyaratan lain seperti surat rekomendasi, tidak perlu khawatir, karena dari siapapun boleh, namun diutamakan dari disiplin PK. Sisanya? Banyak berdoa dan berusaha!
Jadi, sudah siap jadi PPDS PK?